Ketika Lari Jadi Gaya Hidup

Ketika Lari Jadi Gaya Hidup
Ketika Lari Jadi Gaya Hidup

jpnn.com - Berlari kini bukan lagi hanya salah satu jenis olahraga. Lari telah menjadi ajang eksistensi para penikmatnya. Mulai diminati banyak orang sejak empat tahun lalu, sampai saat ini popularitas olahraga itu tak juga surut.

*****

Perkembangan lari di Surabaya berkaitan erat dengan komunitas yang bernama Indo Runners. Komunitas itu didirikan Chris Paul Kawinda pada Juni 2012. Laki-laki 26 tahun tersebut membentuk Indo Runners Surabaya dengan seizin Indo Runners Jakarta yang didirikan tiga tahun sebelumnya. Dua–tiga bulan pertama, memang hanya sedikit peminat Indo Runners Surabaya. Di antara yang sedikit itu, ada Reza Ferdian, 29.

Reza kali pertama mencoba lari pada Februari 2013. Tepatnya pada suatu Minggu pagi. Meeting point-nya salah satu apotek di daerah Jalan Raya Darmo. Hanya Reza dan Wenly Sulistio, 24, yang datang saat itu.

Meski hanya berdua, mereka tetap bersemangat. Reza mencatat jarak 1 km dalam debutnya. Terbilang pendek memang. Namun, hasil itu tak membuatnya patah semangat. Dia terus berlari pada minggu-minggu berikutnya. Hingga para peserta semakin banyak. Mereka kemudian tak lagi melulu berlari di jalanan beraspal seperti biasa. Pada pertengahan 2013, para anggota Indo Runners mulai mencoba jenis trek lain. Misalnyatrail run (lari di gunung atau perbukitan). Dalam setiap kegiatan trail run, biasanya peserta bisa memilih kategori half marathon (21,097 kilometer) atau full marathon (42,195 kilometer). Reza sendiri sudah mengikuti banyak trail run. Namun, menurut dia, yang paling berkesan adalah ikuthalf marathon di Gunung Rinjani tahun lalu. Di tengah pemandangan yang indah, sebagai penghobi fotografi dia bisa puas mengabadikan momen. ”Saya ambil foto teman-teman saat lari di atas ketinggian sekitar 2.400 mdpl,” papar laki-laki yang kini terbiasa berlari 50 kilometer dalam seminggu tersebut.

Menurut Reza, perkembangan penyuka lari yang paling signifikan terjadi tahun ini. Ada banyak event lari yang digelar dan antusiasme masyarakat untuk ikut sangat tinggi. Misalnya saja Bromo Marathon 7 September lalu. Ada 40 pegiat lari dari Surabaya yang berangkat. Yang paling baru adalah event Bali Marathon 14 September lalu. Ada 30 pelari dari Kota Pahlawan yang mengikuti helatan tersebut.

Memang tidak semuanya bisa cut-off time (mencapai garis finis dalam waktu yang ditentukan). Namun, rasa bangga karena menjadi bagian dari salah satu event lari besar di Indonesia tidak dapat dimungkiri. ”Saya benar-benar merasakan manfaat lari, khususnya di bidang kesehatan,” ujar Chris Paul Kawinda, yang sampai saat ini masih aktif sebagai koordinator Indo Runners Surabaya.

Dulu Chris adalah perokok berat. Saat menjadi sakit-sakitan, dia bertekad mengubah gaya hidup. Chris punya kebiasaan merokok mulai usia 12 tahun. Di usia belia tersebut, dia bisa menghabiskan satu bungkus rokok dalam sehari. Saat usianya 24 tahun, Chris bisa habis sampai tiga bungkus rokok isi 12 batang dalam sehari. Efek sampingnya, dia sakit-sakitan. Ketika terpapar udara dingin, alerginya langsung muncul. Sesak napas. Atasannya di kantor menganjurkan Chris berlari. ”Kebetulan atasan saya penghobi lari,” ucapnya.

Berlari kini bukan lagi hanya salah satu jenis olahraga. Lari telah menjadi ajang eksistensi para penikmatnya. Mulai diminati banyak orang sejak

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News