Perjuangan Hidup 3 Gadis Batak

Perjuangan Hidup 3 Gadis Batak
Perjuangan Hidup 3 Gadis Batak. Foto: Istimewa

jpnn.com - TRADISI di satu sisi seringkali membawa keterikatan tertentu bagi sebagian masyarakat. Biasanya, keterikatan dalam konteks negatif seringkali menimpa kaum perempuan.

Seperti yang terlihat oleh Rio Silaen. Penyanyi, penulis lagu, dan sutradara itu mencoba mengangkat kondisi sosial kaum perempuan Batak di tengah tradisi dan arus perubahan zaman.

Drama musikal Jangan Panggil Aku Butet, mencoba menggali kisah tiga gadis Batak dan perjuangannya mendobrak tradisi yang dianggapnya ”mengikat” kebebasan kaum perempuan.

”Butet yang kita tahu adalah sebutan untuk gadis kecil, dalam bahasa Batak. Kadang memberi pandangan bahwa demikianlah kaum wanita, sebuah sosok atau pribadi kecil dan lemah. Bukan hanya tak berdaya, namun sering kali dianggap tak berguna,” ujar pria kelahiran Jakarta, 24 Januari 1979 ini seperti yang dilansir INDOPOS (Grup JPNN.com), Sabtu (18/10).

Drama musikal itu rencananya bakal digelar di Usmar Ismail Concert Hall, Kuningan, Jakarta, pada 25 Oktober mendatang. Mantan penyanyi cilik yang pernah bernyanyi di hadapan Presiden Soeharto waktu masih duduk di bangku SD tersebut menggandeng  Teffy Mayne sebagai penata musik dan Elza Simanungkalit sebagai penata gerak dan tari.

”Karena drama musikal, maka kita coba padukan akting, tari, dan nyanyi,” jelasnya.

Rio mengemukakan drama musikal ini mengisahkah tentang perjuangan tiga gadis Batak yang bernamakan sama, yakni Butet.

Butet yang pertama, adalah seorang gadis yang ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi di luar negeri. Demi mimpi dan cita-citanya dia harus meninggalkan keluarga dan negaranya hanya untuk sementara waktu.

TRADISI di satu sisi seringkali membawa keterikatan tertentu bagi sebagian masyarakat. Biasanya, keterikatan dalam konteks negatif seringkali menimpa

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News