Tahanan Sampai Tewas Kedinginan

Tahanan Sampai Tewas Kedinginan
Tahanan di Guantanamo. Foto: sfbayview.com

SELAIN menerapkan teknik interogasi yang mengakibatkan depresi, para interogator menggunakan ancaman sebagai senjata. Dalam beberapa kasus, para interogator CIA mengancam akan membunuh, menyakiti, atau melakukan kejahatan seksual terhadap keluarga atau orang tua maupun istri tersangka teror.
     
Dalam laporan tersebut, Komite Intelijen Senat memaparkan bahwa CIA menerapkan teknik interogasi waterboarding terhadap tiga tersangka teror.

"Sayangnya, teknik-teknik kontroversial itu tidak menghasilkan kesaksian atau keterangan yang signifikan dengan penyelidikan CIA," ungkap Feinstein saat mengutip laporan yang dibacakannya.
     
Setelah mata-mata Al Qaeda, Abu Zubaydah, tertangkap di Pakistan pada 2002, CIA mendapatkan lampu hijau untuk menggunakan teknik interogasi yang tidak wajar seperti waterboarding, sleep deprivation, dan sel tertutup.

"Tapi, CIA menambahkan beberapa teknik lain tanpa seizin pemerintah," terang Komite Intelijen Senat dalam laporannya Selasa lalu.
 
CIA menahan Zubaydah di sebuah lokasi rahasia di Thailand yang oleh Komite Intelijen Senat disebut sebagai situs hijau. Karena diduga kuat punya informasi tentang skenario teror terhadap AS, CIA menjebloskan Zubaydah di sel isolasi selama 47 hari. Selama itu, mereka tidak mengajak dia untuk berinteraksi.

Suatu hari, CIA langsung melakukan interogasi tanpa henti sehingga membuat Zubaydah menderita kelainan mental.
 
Pada September 2002, CIA menyekap sejumlah tersangka teror di sel-sel isolasi. Praktik yang dilakukan mereka di fasilitas tersembunyi COBALT alias Salt Pit di Afghanistan itu belakangan membuat para tersangka teror mengalami gangguan jiwa.

Selama beberapa hari, CIA membiarkan para tersangka teror tersebut menghuni sel isolasi yang pengap tanpa penerangan. CIA hanya menyediakan ember untuk buang hajat.
 
Redha al-Najar, mantan pengawal pribadi Osama bin Laden, dan Gul Rahman, tersangka teror, pernah menghuni Salt Pit. Kepada Najar, CIA juga melakukan sleep deprivation. Mereka juga tidak mengizinkan pria tersebut ke toilet.

Selama menjadi tahanan, dia memakai popok sekali pakai atau diaper. Sedangkan Rahman tewas setelah dipaksa tidur di atas lantai yang dingin hanya dengan memakai baju dalam.
 
Khalid Sheikh Mohammed alias KSM, mungkin, merupakan tersangka teror yang paling sering menjadi objek kesewenangan CIA. Militan yang diklaim sebagai dalang serangan 9/11 itu menerima sedikitnya 183 kali praktik waterboarding.

Penghuni penjara Angkatan Laut (AL) di Teluk Guantanamo (Gitmo) tersebut sempat memberikan kesaksian palsu tentang rekrutmen militan di Montana gara-gara tak tahan siksaan waterboarding.
 
Sedikitnya lima tahanan CIA menjadi korban rehidrasi rektum atau pemberian makanan lewat dubur. Padahal, tidak ada catatan medis yang mengharuskan CIA memberikan makanan lewat dubur kepada lima tahanan tersebut. Terhadap tiga tersangka, CIA menebar ancaman.

CIA mengancam akan membunuh anak-anak salah seorang tersangka dan melakukan kejahatan seksual terhadap ibu seorang tersangka lain.
     
Kekejian CIA yang berdampak serius bagi para tersangka teror dan keluarganya itu menuai kecaman Jenewa. Ben Emmerson, salah seorang pejabat Komisi HAM PBB, menuntut para pejabat CIA dan pemerintah AS bertanggung jawab atas pelanggaran HAM yang dilakukan mereka.

SELAIN menerapkan teknik interogasi yang mengakibatkan depresi, para interogator menggunakan ancaman sebagai senjata. Dalam beberapa kasus, para

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News