Ombudsman: SK Menhut soal Batam Munculkan Ketidakpastian Hukum

Ombudsman: SK Menhut soal Batam Munculkan Ketidakpastian Hukum
Ketua Ombudsman Republik Indonesia, Danang Girindrawardana (kiri) menyerahkan surat rekomendasi tentang permasalahan pelayanan publik terkait perubahan peruntukan kawasan hutan di Kawasan Batam, Bintan dan Karimun pasca-terbitnya SK Menteri Kehutanan Nomor 463/Menhut-II/2013 kepada Menteri Koordinator Kemaritiman, Indroyono Soesilo di Jakarta, Jumat (9/1). Foto: Ricardo/JPNN.Com

jpnn.com - JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia menerima laporan dari beberapa investor di Batam mengenai tidak diberikannya layanan permohonan hak guna bangunan (HGB) oleh kantor Pertanahan Kota Batam akibat terbitnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 463/Menhut-II/2013.

SK Menteri Kehutanan yang terbit di era Zulkifli Hasan itu mengatur tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, dan Perubahan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan di Provinsi Riau.

Ketua Ombudsman, Danang Girindrawardana ‎menyatakan, SK Menhut Nomor 463 Tahun 2013 itu menimbulkan ketidakpastian usaha dan investasi di Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun yang telah ditetapkan sebagai Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

"Setelah melakukan pemeriksaan awal, Ombudsman RI melakukan kajian sistemik tentang penerbitan SK ‎Menteri Kehutanan Nomor 463/Menhut-II/2013, yang mengakibatkan terhentinya proses pelayanan publik di kawasan Pulau Batam dan Kepulauan Riau," kata Danang dalam jumpa pers di Ombudsman, Jakarta, Jumat (9/1).

Menurut Danang, SK Menhut Nomor 463 Tahun 2013 itu justru menimbulkan ketidakpastian hukum dan terhentinya layanan bagi masyarakat dan dunia usaha. Khususnya, dalam hal perizinan investasi, pemberian hak pengelolaan lahan (HPL) dan penerbitan sertifikat HGB, administrasi pertanahan, serta layanan perbankan.  "Yang pada ujungnya dapat berdampak pada pelemahan citra Indonesia sebagai daerah tujuan investasi," ujarnya.

Danang menjelaskan menteri kehutanan telah melakukan maladministrasi dalam penerbitan SK Menhut Nomor 463 Tahun 2013. Paslanya, SK itu mengabaikan Perpres 87 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun yang bertujuan untuk penyelenggaraan, pengembangan, dan peningkatan fungsi-fungsi perekonomian nasional.

Danang menegaskan, SK Menteri Kehutanan Nomor 463 itu juga tidak berdasarkan keputusan hasil Tim Terpadu sesuai ketentuan PP 10 tahun 2010. Hal ini berimbas terhentinya proses penyelenggaran publik di Pulau Batam dan Provinsi Kepulauan Riau.

Maladministrasi, sambung Danang, juga dilakukan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional c.q Kakanwil Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kepulauan Riau c.q Kepala Kantor Pertanahan Kota Batam. "Yakni menolak permohonan penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan di atas tanah yang berdasarkan Perpres Nomor 87 tahun 2011," tuturnya.

JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia menerima laporan dari beberapa investor di Batam mengenai tidak diberikannya layanan permohonan hak guna bangunan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News