Gagal jadi PNS, Kini Tajir Berkat Jualan Tas via Online

Gagal jadi PNS, Kini Tajir Berkat Jualan Tas via Online
Harsono. Foto: ist

jpnn.com - KISAH yang dialami Harsono (35) ini menarik. Begitu mengantongi ijazah sarjana hukum dari Universitas Semarang, dia digadang-gadang oleh orangtuanya menjadi tentara, polisi, atau PNS.

Sebagai anak, dia mencoba menuruti kehendak ortunya.  Begitu lulus, Harsono menyebar surat amaran.  “Bermacam-macam tes saya ikuti, termasuk melamar menjadi hakim dan anggota Tentara Nasional Indonesia. Namun tak ada satu pun dari berbagai tes tersebut yang berhasil lolos dan bisa diterima mendapatkan pekerjaan,” kata Harsono.

Mulai putus asa, Harsono memutuskan banting haluan. Diamemilih untuk merintis usahanya sendiri daripada harus kerja ikut orang lain. Orang tuanya marah dan tidak merestui Harsono membuat usaha sendiri karena mereka masih berkeinginan anaknya bekerja sebagai PNS atau tentara. Namun Harsono tetap teguh pendirian memulai usahanya tersebut.

Berangkat dari nol, Harsono kemudian memproduksi berbagai macam tas, seperti tas kamera, tas ransel, back pack maupun tas carrier (tas gunung). "Ini semua berawal dari hobi saya naik gunung. Saya pun membuat bermacam-macam tas, termasuk tas gunung (carrier). Dengan modal awal Rp 400 ribu cukup untuk membuat 20 tas yang berhasil dijual dengan harga keseluruhan Rp 1,4 juta sehingga meraup keuntungan bersih sebesar Rp 1 juta,” ujar Harsono.

Dia tekun belajar memproduksi tas secara otodidak. Bermodalkan gambar tas yang didapatkan via internet kemudian dibuat model contohnya satu per satu. Usaha produksi tas milik Harsono pun lama-kelamaan semakin besar. Dia bahkan pernah mendapat kontrak selama setahun dari produsen permen karet Yosan untuk membuat tas ransel sejumlah 400 tas per minggu, atau ± 16.000 tas selama setahun.

Sayang, usahanya sempat jeblok. “Bencana gempa bumi yang melanda kota Yogyakarta dan sekitarnya pada tahun 2006 sangat memukul usaha produksi tas saya. Beberapa penjual tas di kota Yogyakarta yang saya suplai sampai menunggak pembayaran tas yang diambil dari saya sampai berbulan-bulan lamanya” jelas Harsono.

Usai musibah Gempa Yogya, usaha Harsono sempat naik turun apalagi ketika dia menikah dan kemudian mempunyai anak. Sehingga otomatis keuangannya sempat tersedot membiayai keluarga barunya tersebut.

Tidak patah semangat, perlahan-lahan usaha Harsono bangkit kembali. Apalagi ketika dia mulai mengenal dunia jual beli online. “Menjual tas via online lebih menguntungkan daripada via offline karena perputaran uangnya lebih cepat. Kalau menjual tas via offline pembayarannya bisa sampai 1-2 bulan atau bahkan lebih sehingga menganggu cash flow usaha karena modalnya tertahan. Sedangkan menjual tas via online, transaksi pembelian terjadi setiap hari dan langsung dibayar saat itu juga,” jelas Harsono.

KISAH yang dialami Harsono (35) ini menarik. Begitu mengantongi ijazah sarjana hukum dari Universitas Semarang, dia digadang-gadang oleh orangtuanya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News