Primitif..Beli Beras bisa Seharian, Lebih Akrab dengan Dukun

Primitif..Beli Beras bisa Seharian, Lebih Akrab dengan Dukun
'Akses' jalan menuju Asemi Nunulai. Foto: Kendari Pos

jpnn.com - JALAN tak ada, layanan kesehatan mati suri. Padahal, tempatnya, tak sampai 30 kilometer dari Wanggudu, ibu kota Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Asemi Nunulai namanya, desa yang boleh disebut tertinggal dari 159 desa lainnya di kabupaten itu, menanti janji-janji politik dari pemimpin baru di kabupaten ini Ruksamin-Raup.

Sejak 1995, daerah ini dibuka dan tak pernah lepas dari ketertinggalannya. Pemukiman yang masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Asera ini, awalnya dikenal sebagai Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Tambua. Ditetapkan sebagai desa definitif sejak 2008, tak sekalipun mengubah wajah kampung itu. Ia tetap saja tak terjangkau pembangunan, tak terjamah peradaban modern.

Tak mudah menjadi warga di wilayah Tambua alias Asemi Nunulai. Mereka punya banyak sekali problem sosial, yang bagi warga kebanyakan itu terasa sulit. Alih-alih melihat kendaraan mengaspal, untuk masuk ke kampung itu hanya mengandalkan telapak kaki yang kuat dan betis yang kukuh. Jalan kaki 8 kilometer, setelah sebelumnya melawan arus sungai Lasolo dengan perahu bermesin temple alias Katinting.

Sejak dulu, satu-satunya ingatan orang Konut soal Asemi Nunulai adalah kawasan pembuangan. Abdi negara yang bandel dan tak taat aturan birokrasi, siap-siap saja mengabdi di pedalaman Asemi. Namanya mengabdi, itu berarti pasrah dengan segala keterbatasan. Tak ada fasilitas pemerintahan yang mencolok dibandingkan desa lain.

Padahal, jarak desa ini tak jauh dari ibukota Kabupaten Konut, Wanggudu. Hanya sekitar 30-an kilometer. Tapi untuk sampai ke desa itu, tak mudah. Kondisi geografis Asemi Nunulai berada di belantara hutan Asera, yang diapit deretan bebukitan dan sungai Lasolo. Tak ada akses jalan melalui darat. Satu-satunya cara mencapai pemikiman tersebut harus lewat sungai. Dari bibir sungai Lasolo, di Wanggudu, menuju Asemi ditempuh 2 jam dengan Katinting. Itupun harus melawan derasnya arus sungai.  

Kemudian berjalan kaki mengitari bebukitan dan hamparan ilalang sejauh 8 kilometer, agar bisa tiba di desa ini. Sebenarnya, ada jalur jalan lewat darat, tapi medannya berat. Kondisinya berbukit, berbatu dengan tanjakan berkelok-kelok. Saat hujan, jauh lebih parah. Kalau ada yang berani lewat jalur darat, artinya ia memiliki keahlian khusus dan punya stamina ekstra.

"Kalau dari poros (Kelurahan Asera) menuju Desa Asemi itu hanya 27 km, dari darat dengan waktu tempuh tiga jam. Tapi kondisi jalan darat tidak bisa dilewati. Kalau lewat sungai hanya dua jam saja," kata Kepala Desa Asemin Nunulai, Asrin, saat ditemui Kendari Pos, beberapa waktu lalu di kampung itu.

Asrin menjelaskan jika desa yang dipimpinnya merupakan desa yang dianggap sangat terisolasi dibandingkan dengan desa-desa yang ada di Konut. Pasalnya, fasilitas yang belum memadai menjadi persoalan tersendiri di kampung itu.

JALAN tak ada, layanan kesehatan mati suri. Padahal, tempatnya, tak sampai 30 kilometer dari Wanggudu, ibu kota Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News