Analisis Pakar Hukum Pidana terhadap Vonis Ahmad Dhani

Analisis Pakar Hukum Pidana terhadap Vonis Ahmad Dhani
Ahmad Dhani. Foto: Dedi Yondra/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Vonis 1,5 tahun penjara yang diputuskan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk Ahmad Dhani masih menimbulkan pro kontra. Salah satu yang diperdebatkan adalah unsur suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) dalam tiga status Dhani.

Di sisi lain, perintah Hakim Ratmoho untuk menahan Dhani menunjukkan inkonsistensi pengadilan.

Pakar Hukum Pidana Trisakti Abdul Fickar Hadjar menuturkan, perlu dianalisa kembali ketiga twit dari Dhani, yakni sila pertama Ketuhanan YME, penista agama jadi gubernur. Kalian waras?-ADP, siapa saja yang merupakan pendukung penista agama adalah bajingan yang perlu diludahi mukanya-ADP, dan yang menista agama si Ahok, yang diadili KH Ma’ruf Amin-ADP.

”Penerapan sebuah aturan dalam suatu perkara itu harus jelas dan terpenuhi unsur-unsur pasalnya,” paparnya.

Dhani diputus bersalah berdasarkan pasal 28 ayat 2 Undang- Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Jika memang terbukti unsur pasalnya, hukuman menjadi wajar. Namun, akan lain bila ternyata hakim tidak bisa menunjukan atau mengidentifikasi individu atau kelompok mana berdasarkan SARA.

Analisis Pakar Hukum Pidana terhadap Vonis Ahmad Dhani

”Saat dalam sidang disebut pendukung Ahok yang juga pelapor tersinggung, tapi apa benar itu berdasarkan SARA,” terangnya.

Menurutnya, dalam tiga status Dhani tersebut tidak ada unsur suku, agama, ras dan antargolongan. Pertanyaannya, apakah hakim menafsirkannya untuk “antargolongan”. Memang hakim punya kebebasan untuk menafsir tapi, harus jelas definisi golongan itu.

Menurut Pakar Hukum Pidana Trisakti Abdul Fickar Hadjar ketiga twit dari Ahmad Dhani, apakah memang mengandung unsur SARA?

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News