Bambang: Setop Mengambinghitamkan Guru Honorer

Bambang: Setop Mengambinghitamkan Guru Honorer
Bambang Riyanto. Foto: Istimewa

jpnn.com, JAKARTA - Politikus Gerindra Bambang Riyanto mengkritisi kebijakan pemerintah yang selalu mengambinghitamkan guru honorer. Kompetensi guru honorer baik kategori dua (K2) maupun nonkategori dinilai terlalu rendah sehingga tidak layak diangkat PNS.

Kalaupun diangkat harus melalui seleksi kompentensi dasar (SKD) dan seleksi kompetensi bidang (SKB). Tentunya dengan memperhatikan batas usia 35 tahun.

“Pemerintah ini aneh, kok bicara kompetensi guru sementara sarana prasarana (sarpras) pendidikan saja terbatas. Mestinya pemerintah fokus pada pemenuhan guru dan sarpras,” kata Bambang kepada JPNN, Senin (7/1).

Dia menyebutkan pemerintah bisa mensyaratkan kompetensi dalam rekrutmen guru PNS nanti 30 tahun ke depan. Untuk saat ini, pemerintah jangan bicara kompentensi lantaran jumlah guru masih minim.

"Guru kita masih minim. Jangan lihat di perkotaan yang berlebih. Di wilayah 3T (terdepan, terluar, dan terisolir) guru PNS-nya bisa dihitung dengan jari. Kebanyakan diisi guru honorer," tuturnya.

Bila pemerintah beralasan, kompetensi untuk meningkatkan mutu pendidikan, sangat naif. Sebab, faktor utamanya ada di sarpras. Bagaimana guru bisa meningkatkan kemampuannya bila sarprasnya terbatas.

Presiden Jokowi, lanjut Bambang, jor-joran dalam membangun infrastruktur. Sementara untuk sarpras sekolah dan pemenuhan guru terabaikan. Dalam empat tahun terakhir, Jokowi hanya mengalokasikan kuota guru PNS baru 120 ribu. Itupun banyak yang tidak terisi karena gagal di SKD.

"Inikan sama saja memercik air di dulang tepercik muka sendiri. Penginnya guru berkompetisi tinggi dari kalangan fresh graduate, nyatanya sama saja banyak yang enggak lolos. Kuota 120 ribu bisa terisi setelah ada PermenPAN-RB 61/2018, yang artinya menurunkan standar kompetensi," tandasnya.(esy/jpnn)


Guru kita masih minim. Jangan lihat di perkotaan yang berlebih. Di wilayah 3T (terdepan, terluar, dan terisolir) guru PNS-nya bisa dihitung dengan jari.


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News