Begini Cara Mengevakuasi Pasien Saat Kondisi Bencana

Begini Cara Mengevakuasi Pasien Saat Kondisi Bencana
Simulasi penyelamatan pasien. FOTO : Jawa Pos

jpnn.com, SURABAYA - Membekali diri dengan pengetahuan cara penyelamatan dari musibah sangat penting. Sebab musibah bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Hal itu yang mendasari National Hospital melangsungkan simulasi untuk kalangan internal. Karena mereka menghuni gedung tinggi, dilakukan pula latihan evakuasi dengan menggunakan skylift dan vertical rescue. 

Tim dari National Hospital diajarkan cara memindahkan pasien dari lantai 6 dengan menggunakan tangga yang ada di mobil pemadam kebakaran. Mereka juga diminta mengamati saat tim Basarnas mentransfer pasien dengan teknik vertical rescue. Prinsipnya mirip dengan flying fox. Namun, yang berpindah adalah tandu berisi pasien. 

"Nah ini juga sebagai pengetahuan bagi masyarakat akan adanya teknologi-teknologi dalam proses penyelamatan gedung tinggi," ujar Kasubbid Pencegahan dan Kesiapsiagaan Bidang BPB Linmas Nanang Haryadi. Selain Basarnas, BPB linmas dan pemadam kebakaran, simulasi tersebut diikuti anggota Palang Merah Indonesia, kepolisian, dan koranmil setempat. 

Sebelum melakukan simulasi, pihak rumah sakit dibekali teori lebih dulu. Simulasi itu bertujuan melatih tim internal dari rumah sakit untuk bisa menangani pasien saat terjadi bencana. Sebab, biasanya presentase korban lebih banyak daripada penolongnya. "Tim penolong dari luar hanya penunjang," ungkapnya. Dengan begitu, jika sudah banyak pihak internal yang terlatih, jumlah korban diharapkan bisa diminimalkan.

Skenario berawal dari adanya gempa. Semua pengunjung rumah dievakuasi menuju titik evakuasi di luar gedung setelah ada pemberitahuan code yellow. Para dokter dan perawat sudah siap di titik tersebut untuk mengobati para korban. Sementara itu, korban-korban yang terluka juga langsung dikategorikan sesuai sistem triase. Yakni, dari yang paling gawat sampai ringan.

"Warna merah untuk yang paling gawat, kuning agak gawat, hijau tidak seberapa gawat, dan hitam untuk yang meninggal. Oh ada lagi warna biru untuk pasien yang harus dirujuk," ucap Ketua K3 National Hospital Arief Subagyo. Kemudian, karena ada gempa, instalasi listrik di lantai 6 terganggu. "Jadi, titik apinya memang ada di lantai 6," jelasnya. 

Setelah keadaan api tidak terkendali, Arief menghubungi 112 untuk meminta bantuan dari PMK dan personel gabungan lainnya. "Di sini kita bisa terbantu untuk mengevakuasi korban-korban yang berada di lantai atas dengan cepat karena pihak PMK mempunyai alat-alat untuk penyelamatan gedung tinggi," katanya.

Di akhir simulasi, pihak internal rumah sakit juga diajak mencoba baju tahan api untuk melewati api yang sedang berkobar. Salah satu yang berani mencoba melewati terowongan kobaran api siang itu adalah Bambang Guritno bagian pengelolahan aset dan sarana-prasarana tim K3 National Hospital. Baju tahan api tersebut berwarna silver dengan berat total 15-20 kilogram. Tujuannya, bisa melatih pihak internal untuk bisa ikut membantu memadamkan api atau mengevakuasi korban. (ama/c20/any) 

Dengan begitu, jika sudah banyak pihak internal yang terlatih, jumlah korban diharapkan bisa diminimalkan


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News