Bisnis Pangan Middleman Mencederai Keadilan

Bisnis Pangan Middleman Mencederai Keadilan
Beberapa beras produksi PT Indo Beras Unggul (IBU). Foto Yessy Artada/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Fadel Muhammad, Ketua Umum Masyarakat Agribsinis dan Agroindustri Indonesia (MAI) turut menyoroti penggerebekan Gudang Beras PT IBU di Bekasi.

Menurutnya, secara umum dalam bisnis pangan, middleman meraup untung di atas normal profit.

Untuk sembilan komoditas pangan strategis para pelaku bisa meraup Rp 463 triliun setahun.

“Ini angka fantastis. Sembilan komoditas pangan itu beras, jagung, bawang merah, cabai, gula, daging sapi, daging ayam, telur, dan minyak sawit. Posisi petani sebagai price-taker memperoleh harga rendah dan profit marjin petani sekitar Rp 105 triliun, sedangkan para pedagang atau middleman memperoleh marjin Rp 463 triliun. Middleman telah berperilaku parasit terhadap petani. Di sisi lain middleman ini juga menghisap konsumen. Konsumen menanggung harga mahal senilai Rp 1.320 triliun," ungkap Fadel, di Jakarta, Minggu (23/7/2017).

Fadel menjelaskan dalam tata niaga pangan ini juga terjadi anomali pasar yang telah berlangsung lama karena pada puncak piramida bisnis pangan struktur pasarnya cenderung oligopolistik, meskipun di tingkat petani struktur pasarnya sudah demokratis.

Pengusaha pangan besar memanfaatkan kelemahan sistem logistik dan distribusi yang belum efisien dan rantai pasok terlalu panjang.

"Struktur pasar dan perilaku pasar belum adil dan seimbang, sehingga terlihat nyata tingginya disparitas harga antara di produsen dan konsumen," jelasnya.

Fadel pun menjelaskan secara rinci tata niaga beras. Menurutnya, untuk memproduksi padi 79,3 juta ton gabah kering giling atau 46,1 juta ton beras setahun diperlukan biaya sekitar Rp 278 triliun dan petani memperoleh marjin Rp 65,7 triliun.

Fadel Muhammad, Ketua Umum Masyarakat Agribsinis dan Agroindustri Indonesia (MAI) turut menyoroti penggerebekan Gudang Beras PT IBU di Bekasi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News