Buta Permanen, Dokter Dipolisikan

Buta Permanen, Dokter Dipolisikan
Tatok Poerwanto saat menggelar jumpa pers di di kediamannya Jl. UBI Gang II Surabaya, Jumat (20/1). Foto Pojok Pitu/JPNN.com

jpnn.com - jpnn.com - Tatok Poerwanto mengadukan dokter yang pernah menanganinya di Kepolisian Daerah Jawa Timur. Pengaduan itu dipercayakan kepada keluarga dan kuasa hukumnya.

Laporan itu dipicu oleh penyakit katarak yang dideritanya. Keinginan sembuh dari penyakit tersebut, malah dia saat ini dinyatakan buta permanen.

Pria 78 tahun ini melapor ke polisi lantaran mengaku mengalami malapraktik dan pelanggaran kode etik keprofesian dari dokter di Surabaya Eye Clinic Jalan Jemursari Surabaya.

Atas kondisi tersebut, pihak keluarga bersama Pengacara melaporkan hal tersebut ke Polda Jatim. Dalam laporan bernomor : LP B/75/I/2016/UM/JATIM tertanggal 18 Januari 2017, Tatok melaporkan dr. Moestidjab atas dugaan Tindakan Pidana Penipuan dan atau membuat Surat Palsu atau memalsukan surat dan atau memasukkan keterangan palsu kedalam suatu akta otentik.

Pojok Pitu (Jawa Pos Group) melansir, laporan tersebut dibawa oleh pengacara korban Oktavianto dan Sutomo, SH. Sedianya, direncanakan ada dua laporan di Direktorat Reserse dan Kriminal Umum dan Khusus, Polda Jatim.

Kejadian ini bermula saat dirinya mendapat perawatan medis di Surabaya Eye Clinic kawasan Jemursari Surabaya, pada tanggal 28 April tahun 2016. Saat itu, Tatok ditangani oleh dr. Moestidjab.

Tapi, pasca operasi pertama, Tatok justru tidak merasakan ada perubahan membaik.

"Tapi saya masih merasakan nyeri dan sakit," katanya saat ditemui di kediamannya Jl. UBI Gang II Surabaya, Jumat (21/1/2017.

Karena kian parah, Tatok pun akhirnya disarankan untuk operasi kedua. Lokasinya di RS. Graha Amerta Surabaya. Alasannya, dikatakan kepada pihak keluarga, peralatan di rumah sakit tersebut lebih lengkap.

Tatok pun menuruti saran dokter tersebut. Pada tanggal 10 Mei 2016, operasi dilakukan.

Dugaan kejanggalan pun dialami oleh keluarga. Menurut Condro Wiryono Poerwanto, anak korban, operasi yang awalnya dijanjikan hanya berlangsung 30 menit, mendadak molor hingga lima jam.

Hingga pasca operasi kedua, dr. Moestidjab hanya menugaskan asistennya untuk menyampaikan hasil operasi kepada pihak keluarga.

"Dengan meminta asistennya mengatakan operasi tidak dapat dilanjutkan. Karena ada pendarahan. Selain itu, alat tidak memadai, jadi beliau angkat tangan," ujar Condro.

Pihak keluarga pun membawa Tatok ke Rumah Sakit National Eye Centre (SNEC) di Singapura. Alangkah terkejutnya pihak keluarga, saat diketahui hasil diagnosa bahwa mata sebelah kiri Tatok mengalami kerusakan.

Itu diketahui menantu Tatok, Eduard Rudi Suharto. Dikatakan dia, berdasarkan rekam medis diagnosa yakni, kondisi mata Tatok tidak bisa ditangani, karena operasi pertama ada lensa mata yang robek, serta pecahan katarak ternyata bertaburan di mata korban.

Hingga akhirnya, Eduard mendatangi dr. Moestidjab pada tanggal 13 Januari 2017. Sudah sembilan bulan berlalu, akhirnya hasil rekam medis dari SNEC pun ditunjukkan.

"Dari awal pasca operasi pertama. Beliau tidak mengatakan kondisi sebenarnya kepada keluarga. Bukan malah membaik justru kian parah yang dirasakan," ujarnya.

Menurut Eduard saat didesak, akhirnya dr. Moestijab mengaku bahwa dia berbohong. "Alasannya, saat itu gagal operasi, namun dia malu untuk berterus terang. Karena takut reputasinya jatuh di mata keluarga kami," ucap pria yang juga Ketua Solidaritas Merah Putih (Solmet) Jatim ini.

Terpisah, pihak Surabaya Eye Clinic, khususnya dr. Moestidjab belum memberikan keterangan resmi menyoal pelaporan tersebut. Upaya konfirmasi dari media ini hanya ditemui pihak staff bernama Rinto.

Menurut keterangan wanita berjilbab ini, dr. Moestidjab memang berpraktik di klinik tersebut.

"Iya kalau praktik biasanya pagi. Jam 11 siang. Ini tadi beliau keluar. Saya tidak berani berstatemen soal itu," ujar wanita berjilbab ini.

Sepengetahuan Rinto, dokter tersebut merupakan salah satu pemilik saham di klinik tersebut.

(win/jpnn)


Tatok Poerwanto mengadukan dokter yang pernah menanganinya di Kepolisian Daerah Jawa Timur. Pengaduan itu dipercayakan kepada keluarga dan kuasa


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News