Butuh Perpres untuk Mengatur Industri Susu Segar Nasional
jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menilai persoalan susu segar dalam negeri (SSDN) perlu diatur melalui regulasi yang lebih tinggi, yaitu Peraturan Presiden (Perpres).
"Memang harus ada usulan konkret untuk mengatur SSDN melalui regulasi yang lebih tinggi ini (Perpres)," ujar Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Tjahja Widayanti di Jakarta, Kamis (2/8) kemarin.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang bersinggungan langsung dengan Industri Pengolahan Susu (IPS) pun berpendapat sama terkait perlunya Perpres untuk SSDN.
Pasalnya, harus ada peraturan lebih tinggi yang bisa mengatur peranan kementerian terkait dalam program susu segar nasional.
Sehingga implementasi di lapangan soal SSDN oleh tiap kementerian terkait bisa jauh lebih efektif. Apalagi, SSDN memang menjadi tugas bersama sejumlah kementerian.
Sementara Direktur Industri Minuman, Tembakau, Bahan Penyegar Direktorat Jenderal Industri Agro Kemenperin Abdul Rochim mengatakan implementasi yang efektif akan mendorong peningkatan kualitas dan produktivitas lebih cepat.
"Yang terpenting bagi industri adalah mendapatkan bahan baku dengan kualitas dan kuantitas terjamin. Sehingga harganya bisa saling menguntungkan," tutur dia.
Selain kualitas dan produktivitas, persoalan harga susu rendah juga akan lebih mudah diselesaikan jika ada Perpres. Sebab, pembentukan harga melalui mekanisme pasar akan cepat tercapai jika urusan pasokan berkualitas lancar dan didukung kemitraan kuat.
Harus ada peraturan lebih tinggi yang bisa mengatur peranan kementerian terkait dalam program susu segar nasional.
- Rampungkan Regulasi Turunan Permendag, Kemenperin Berkomitmen Lindungi Industri Nasional
- Pengumuman, Petani Terdaftar Bisa Tebus Pupuk Bersubsidi di KPL Resmi
- Saleh Apresiasi Kebijakan Mendag Zulhas soal Barang Kiriman PMI
- Jokowi 'Rayu' Apple Membangun Pabrik di Indonesia
- Hari Pertama Kerja, Mentan Amran Tancap Gas Cetak 500 Ribu Hektare Sawah di Merauke
- BP2MI Minta Kemendag Meninjau Kembali Aturan Impor Barang Milik PMI