Dana Pusat ke Papua Hanya Memperkaya Elite dan Birokrat

Dana Pusat ke Papua Hanya Memperkaya Elite dan Birokrat
Ferdy Hasiman, Peneliti Alpha Research Database dan Penulis Buku 'Freeport: Bisnis Orang Kuat Vs Kedaulatan Negara'. Foto: Dokpri for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Alokasi dana dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah di Papua sangatlah besar. Dana itu mencakup dana perimbangan (Dana Alokasi Umum dan Alokasi Khusus) dan dana otonomi khusus (Otsus).

Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Keuangan Negara (BPK/2017), total dana perimbangan untuk provinsi Papua sebesar Rp3,7 triliun dan dana otonomi khusus sebesar Rp8.2 triliun. Dengan demikian, total pendapatan pemerintah provinsi Papua dari transfer pusat tahun 2017 sebesar Rp11.9 triliun. Namun, dana sebesar itu gagal mengangkat kesejahteraan rakyat Papua.

“Namun, dana sebesar itu ternyata tak bisa membantu warga Papua sejahtera. Yang menikmati keuangan dari dana perimbangan dan otsus, hanya elite-elite dan birokrat Papua,” Ferdy Hasiman, Peneliti Alpha Research Database dan Penulis Buku “Freeport: Bisnis Orang Kuat Vs Kedaulatan Negara” saat diskusi di Jakarta, Rabu (11/9/2019).

Menurut Ferdy Hasiman, angka kemiskinan Papua dalam lima (5) tahun belakangan tidak pernah beranjak naik. Per September 2016 sebesar 28.54, tahun 2017 turun sedikit sebesar 27, 62 persen dan tahun 2018 sebesar 27.74 persen (BPS: 2019).

Data-data itu menunjukan bahwa angka kemiskinan di provinsi Papua paling tinggi dari 34 provinsi di Indonesia, di belakang Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur. Angka kemiskinan itu sejajar dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua.

Terhitung sejak tahun 2013-2019, IPM Papua tidak bergerak dan selalu konsisten di angka 34. Angka IPM ini berbanding lurus dengan buruknya angka kesahatan, pendidikan, buta huruf dan standar hidup. Ketimpangan itu bisa dilihat dari Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) per septermber 2017 sebesar 1.93 persen dan 2018 sebesar 1.82 persen dari rata-rata nasional sebesar 0.43 (2017) dan 0,41 persen (2018).

“Hal itu terjadi karena dana dari Jakarta ke Papua hanya memperkaya segelintir elite dan birokrat Papua dan hanya porsi terkecil dana diperuntukkan bagi rakyat miskin,” kata Fredy.

Berdasarkan laporan Audit BPK 2017 misalnya, dari dana sebesar Rp11.7 triliun total pendapatan pemerintah provinsi Papua, hanya sebesar Rp1.2 triliun untuk pembangunan jalan, irigasi dan jaringan (gas, listrik) atau hanya sebesar 10.2 persen dari total transfer pusat ke Papua. Padahal, infrastruktur publik, irigasi untuk sektor pertanian Papua memerlukan anggaran yang besar.

Dana otsus yang besar ternyata tak bisa membantu warga Papua sejahtera. Yang menikmati keuangan dari dana perimbangan dan otsus, hanya elite-elite dan birokrat Papua.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News