Duh, Bekraf Berpotensi Telanjangi Film Indonesia

Duh, Bekraf Berpotensi Telanjangi Film Indonesia
Sebuah film produksi Hollywood saat ditayangkan di sebuah bioskop di Jakarta. Foto/ilustrasi: Ayatollah Antoni/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Rencana Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menerapkan integrated box office system (IBOS) pada perfilman tanah air dinilai tidak tepat. Sebab, sistem yang merupakan hibah senilai USD 5,5 juta dari Korea Selatan itu terlalu mengintervensi film Indonesia.

Guru Besar Universitas Indonesia Profesor Budyatna mengatakan, mekanisme hibah seharusnya tanpa syarat. Namun, IBOS justru mensyaratkan semua data secara rinci, termasuk informasi detail jadwal penanyangan film sampai jumlah penonton.

’’Itu yang tidak benar. Namanya hibah, di mana-mana tanpa perlu syarat macam-macam,’’ ujarnya.

Kareanya pakar komunikasi itu meminta Bekraf bertindak tegas karena syarat dalam hibah IBOS justru berpotensi mengintervensi kedaulatan bangsa. Budyatna menegaskan, Bekraf sebaiknya tak ragu-ragu menolak IBOS bila polanya memang tak tepat.

Budyatna bahkan mementahkan klaim Kepala Bekraf Triawan Munaf tentang IBOS yang sudah berlaku global. Sebab, sistem itu baru berlaku di Korea Selatan saja.

Jadi, industri film Indonesia yang harus buka-bukaan demi sistem IBOS tidaklah tepat. Apalagi, Bekraf sekarang ini kesannya hanya mengurusi subsector perfilman saja. Padahal, badan negara itu dipasrahi 16 subsektor.

’’Hanya menyorot film dan terkesan mengobok-obok film. Bagaimana dengan subsektor lain, nggak terdengar gaungnya,’’ kata Budyatna. 

Terpisah, anggota Komisi X DPR Sofyan Tan mengatakan, tidak fokusnya Bekraf kepada subsektor lain diduga kuat menjadi penyebab rendahnya daya serap anggaran. Selama ini, Bekraf selalu meminta anggaran dalam jumlah besar.

Rencana Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menerapkan integrated box office system (IBOS) pada perfilman tanah air dinilai tidak tepat. Sebab, sistem

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News