Eks Komisioner KPU: Penghitungan Manual Rawan Kesalahan

Eks Komisioner KPU: Penghitungan Manual Rawan Kesalahan
Hadar Nafis Gumay. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sistem penghitungan manual hasil pemilu ternyata tidak menjamin akurasi data perolehan suara. Banyak peserta pemilu yang merasa dicurangi lantaran perolehan suaranya "menguap". Kasus kesalahan input data di situng KPU juga membuktikan perlunya perbaikan kinerja pasca pemungutan suara pemilu.

Adanya kelemahan dan pentingnya evaluasi sistem penghitungan hasil pemilu itu diungkapkan Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit). Mereka menyarankan perlunya perubahan dari penghitungan manual ke otomatis. Juga, lebih menggunakan form C1 plano ketimbang salinan C1 yang justru akan lebih susah pengerjaannya karena memakan banyak waktu dan tenaga para petugas KPPS.

"Coba deh sekali-sekali cobain rasanya jadi petugas KPPS. Semua harus dicatat, tidak boleh salah, dan bekerja hingga larut malam," ujar pendiri Netgrit Hadar Nafis Gumay.

Mantan komisioner KPU itu menjelaskan alasan form C1 plano lebih akurat ketimbang salinannya. Formulir C1 plano dikerjakan petugas ketika matahari baru sedikit lengser dari atas ubun-ubun. Yakni, sekitar pukul 13.00-15.00. Saat itu konsentrasi petugas masih sangat bagus. Mereka belum merasa lelah. Apa yang mereka kerjakan pun akan menjadi lebih mudah.

Berbeda dengan waktu pengerjaan salinan formulir C1 yang nanti didistribusikan. Biasanya penyalinan tersebut dilakukan di kisaran pukul 20.00-00.00. Pada jam-jam tersebut, para petugas diserang kelelahan. Sebab, mereka sudah bertugas selama sehari penuh. Konsentrasi berkurang, kesalahan pun menjadi satu hal yang sulit terelakkan.

BACA JUGA: Guru Besar Statistika: Jangan Heran jika Hasil Quick Count Sama dengan Penghitungan KPU

Menurut dia, masalah yang sesungguhnya bukan terjadi ketika kesalahan dilakukan. Tapi ketika petugas terlalu lelah untuk mengecek dua kali apa yang sudah mereka tulis. Itulah yang menyebabkan adanya temuan kesalahan-kesalahan di C1 salinan.

"Beda satu angka di depannya atau di belakangnya. Ada juga yang berbeda dengan jumlah pemilih. Memang kejadian seperti ini tidak banyak. Tapi, tetap harus diperhatikan," terang pria kelahiran 10 Januari 1960 itu.

Sistem penghitungan manual hasil pemilu oleh KPU ternyata tidak menjamin akurasi data perolehan suara. Banyak peserta pemilu yang merasa dicurangi lantaran perolehan suaranya menguap

Sumber Jawa Pos

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News