Gerindra Diminta Jangan Baper Gara-Gara PT

Gerindra Diminta Jangan Baper Gara-Gara PT
Gerindra. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai ajakan Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Arief Poyuono memboikot pemilihan presiden (pilpres) 2019 karena tidak setuju presidential threshold (PT) 20-25 persen adalah sebuah sikap yang emosional.

Seharusnya, jika tidak setuju dengan keputusan itu maka bisa melakukan jalur hukum yang sudah diatur perundang-undangan dan konstitusi.

Menurut Arsul, dalam konteks sistem hukum Indonesia, pengaturan ambang batas untuk Pilpres 2019 yang sudah disetujui DPR itu terbuka untuk digugat di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Seruan boikot Pilpres 2019 menyusul disahkannya ambang batas dukungan untuk pilpres 20 persen dalam UU Pemilu adalah sikap emosional,” kata Arsul saat dihubungi JPNN.

Dia mengingatkan, emosionalitas tersebut juga tidak perlu dibubuhi lagi dengan prasangka buruk bahwa MK pasti akan mengamankan sikap pemerintah yang disetujui DPR dan termuat dalam UU Pemilu.

Menurut dia, selama ini juga banyak putusan MK yang membatalkan UU.

“Kita sudah menyaksikan perjalanan MK selama ini, banyak putusannya yang justru membatalkan UU yang berarti juga mengakhiri agenda pemerintah selaku pelaksana UU,” katanya.

Bahkan, Arsul mengingatkan, seandainya gugatan yang disampaikan pihak-pihak nanti ditolak MK, maka tidak ada dasar untuk buru-buru menyatakan bahwa ambang batas 20 persen itu adalah bagian menciptakan calon tunggal di pilpres.

Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai ajakan Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Arief

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News