Gunung Agung Menggeliat, Pilih Bertahan demi Ternak dan Tuak

Gunung Agung Menggeliat, Pilih Bertahan demi Ternak dan Tuak
Warga Juntal di lereng Gunung Agung, Karangasem, Bali yang masih bertahan. Foto: Djoko Heru Setiyawan/Radar Bali

jpnn.com, KARANGASEM - Lereng Gunung Agung di Karangasem, Bali kini nyaris tak berpenghuni. Warga setempat mengungsi seiring peningkatan aktivitas vulkanis gunung tertinggi di Bali itu. Tapi, ternyata masih ada sebagian warga yang bertahan.

Radar Bali menemukan keluarga Ketut Tantri yang masih bertahan di kawasan Juntal. Padahal, Juntal masuk dalam radius terlarang.

"Kami tinggal di sini bersama dua kepala keluarga. Sebagian anggota keluarga kami sudah mengungsi Kantor Perbekel Tembok, Buleleng," tutur Tantri yang didampingi putrinya, Ni Luh Putri yang masih tercatat sebagai siswi kelas 1 di SMP Kubu.

Sang istri, Luh Karsiani juga ikut nimbung. Tantri mengaku bolak-balik ke pengungsian setiap hari. Sebab, dia harus pulang untuk ngurus sapi, babi, hingga kambing dan ayam.

"Dua ekor sapi saya besok dibeli tengkulak seharga Rp 20 juta. Padahal, harusnya laku Rp 35 juta," tuturnya sambil menunjuk dua sapinya.

Selain itu, dia juga harus rutin membuat tuak. Dia memang memperoleh penghasilan dari membuat tuak.

"Dulu sebelum Gunung Agung naik status awas, sehari saya bisa jual tuak Rp 50 ribu. Sekarang tak tentu," tuturnya sambil siap-siap memanjat pohon nira di sisi rumahnya.

Sementara Made Suarsana (53) dan istrinya, Ketut Nadri tetap bertahan di tokonya di Baturinggit, Kubu. Dia masih berpegangan pada pengalaman saat Gunung Agung meletus pada 1963.

Ketut Tantri masih bertahan di kawasan Juntal yang termasuk dalam radius terlarang. Alasannya, dia harus mengurus hewan ternak dan membuat tuak.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News