Kampanye Anti Tembakau Dipertanyakan
Jumat, 10 Desember 2010 – 14:53 WIB
JAKARTA - Nasib buruh dan petani tembakau menjadi sorotan dalam diskusi Industri Rokok sebagai Produk Dalam Negeri, di kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Mereka disebut terancam kehilangan mata pencaharian, apabila industri rokok gulung tikar. Sementara itu, M Moefti dari Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (Gapri), meminta agar dalam regulasi, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak memakai kata "dilarang". Menurutnya, Kemenkes cenderung memaksakan aturan yang ujung-ujungnya bakal mematikan industri rokok dan tembakau.
"Patut dipertanyakan isu-isu yang diusung dengan mengatasnamakan kesehatan terhadap industri ini," kata Aria Bima, politisi PDIP, dalam diskusi di kantor Kemenperin tersebut, Jumat (10/12).
Menurutnya, kampanye anti tembakau selama ini mengesampingkan peran industri tembakau dalam perekonomian nasional. Padahal dari sisi cukai menurutnya, sumbangan terhadap APBN mencapai 55 triliun pada tahun 2009, atau 6,5 persen dari PDB - belum lagi (di) sektor lainnya. "Industri ini juga menyerap 6,1 juta tenaga kerja. Bagaimana nasib mereka bila dimatikan?" ujarnya.
Baca Juga:
JAKARTA - Nasib buruh dan petani tembakau menjadi sorotan dalam diskusi Industri Rokok sebagai Produk Dalam Negeri, di kantor Kementerian Perindustrian
BERITA TERKAIT
- Dukung Kesetaraan Gender, Pegadaian Edukasi Keuangan Perempuan dalam Perayaan Hari Kartini
- Belasan Korban Kecelakaan Bus dan Kereta di OKU Timur Masih Dirawat di Rumah Sakit
- Pemkot Banda Aceh Usulkan 1.246 Formasi ASN pada 2024
- Mbak Rerie Minta Permasalahan Pungli dan Sampah Menumpuk di Lokasi Wisata Harus segera Diatasi
- Kunjungi Jepang, Sekjen Kemnaker Terus Berupaya Tingkatkan Kerja Sama Pengembangan SDM
- Sekjen Kemendagri Suhajar Diantoro Dorong Pemprov DKI Kelola Urbanisasi Secara Optimal