Kelangkaan Garam di Sumbar Picu Inflasi

Kelangkaan Garam di Sumbar Picu Inflasi
Petani garam. Foto: JPG/Pojokpitu

jpnn.com, PADANG - Angka inflasi Sumbar cenderung kecil. Tercatat hingga akhir Agustus lalu, jika dilihat dari year on year (Agustus 2016-Agustus 2017), mengalami inflasi sebesar 2,95 persen.

Jika sebelumnya cabai yang menyumbang inflasi, kini berubah ke komoditas garam. Di Kota Padang dan Bukittinggi saja, garam menyumbang inflasi masing-masing 0,02 persen dan 0,04 persen.

“Penyebab garam ikut menyumbang inflasi karena pasokan garam di Bukittinggi tidak memadai untuk kebutuhan di kota tersebut. Dampaknya, terjadi kenaikan harga,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar, Sukardi, kemarin (5/9).

Dari data BPS Sumbar tergambar, pada Agustus 2017 inflasi di Kota Bukittinggi 0,28 persen atau terjadi kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 125,88 persen pada Juli 2017 menjadi 126,23 pada Agustus 2017.

Sedangkan Kota Padang, jika dilihat dari year on year (Agustus 2016-Agustus 2017), juga mengalami inflasi sebesar 2,95 persen.

Sukardi mengatakan garam yang turut menjadi komoditas penyumbang inflasi, kemungkinan erat kaitan dengan naiknya harga garam di Indonesia. Akibatnya turut mempengaruhi kebutuhan garam di kota Bukittinggi.

“Namun seandainya pasokan cukup, maka harga kemungkinan bisa distabilkan, sehingga tidak ikut memicu inflasi. Contohnya di Kota Padang, pasokan garam dinilai cukup sehingga kondisi kebutuhan garam pun masih terlihat kondusif,” kata Sukardi.

Terpisah, salah satu distributor garam di Padang, Lukmanul Hakim mengatakan, persediaan garam di gudangnya berkisar di atas 100 ton. Jumlah stok itu menurutnya hanya mampu memenuhi kebutuhan masyarakat selama sepekan. Sebab, sebelum adanya kelangkaan garam di Indonesia, pihaknya bisa menyimpan stok garam seberat 1.000 hingga 9.000 ton.

Angka inflasi Sumatera Barat (Sumbar) cenderung kecil.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News