Komarudin Watubun: Tradisi Pukul Sapu Lidi Mamala Harus Go International

Komarudin Watubun: Tradisi Pukul Sapu Lidi Mamala Harus Go International
Komarudin Watubun (tengah). Foto: Istimewa for JPNN

jpnn.com, MALUKU TENGAH - Komarudin Watubun tak bisa menutupi kekagumannya saat menyaksikan atraksi budaya pukul sapu lidi di Negeri Mamala, Maluku Tengah, Minggu (2/7).

Anggota DPR RI itu menyaksikannya bersama wakil gubernur Maluku, Pangdam, Kakor Brimob Murad Ismail, dan Bupati Maluku Tengah Tuasikal Abua.

Tradisi ini dimulai ketika Latu Liu yang pimpinan pemerintahan adat Negeri Mamala, Patti Tiang Bessy/Patti Tembessi (tukang besar yang memimpin pembangunan masjid), dan Imam Tuny (imam masjid) bermufakat mendirikan masjid sekitar abad ke-16.

Perlengkapan pembangunan masjid pun dikumpulkan dengan mengerahkan rakyat untuk menebang kayu di lereng-lereng gunung dan perbukitan di sekitar Mamala.

Kayu-kayu itu diangkut atau dipikul bersama-sama ke lokasi masjid. Dalam perjalanan, salah satu di antara kayu tersebut jatuh dari pikulan dan patah.

Kayu yang patah ini panjangnya 20 meter. Padahal, kayu yang dibutuhkan harus berukuran panjang dan dalam keadaan utuh atau tidak boleh disambung.

Hal itulah yang membuat ketiga pemimpin tersebut dan masyarakat negeri Mamala mencari solusi yang tepat untuk menyambungkan kayu.

Imam Tuny mendapatkan ilham, yaitu menyambungkannya dengan mengoleskan minyak yang telah didoakan sebelumnya.

Komarudin Watubun tak bisa menutupi kekagumannya saat menyaksikan atraksi budaya pukul sapu lidi di Negeri Mamala, Maluku Tengah, Minggu (2/7).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News