KPAI: Jika Terbukti Bersalah, Hukum Mati Saja

KPAI: Jika Terbukti Bersalah, Hukum Mati Saja
ILUSTRASI. FOTO: Pixabay.com

jpnn.com - jpnn.com - Kasus pencabulan puluhan siswa yang dilakukan RG, 23, pembina ekstrakurikuler Patroli Keamanan Sek olah (PKS) sebuat SMK swasta di Garut mengundang keprihatinan Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI).

Menurut Reza Indragiri Amriel, pengurus LPAI, kejadian ini terus berulang. Sementara hukuman yang dikenakan itu-itu saja.

"Kapan pelaku kejahatan seksual kepada anak-anak akan dikebiri? Kapan hukuman penjara ditambah? Kapan identitas dibuka ke publik? Kapan dipasangi chip? Kapan diwajibkan membayar restitusi?," kata Reza kepada JPNN, Kamis (23/2).

Pemerintah dan penegak hukum harus memikirkan bagaimana bila aturan sebatas macan kertas, lalu terjadi peradilan jalanan terhadap pelaku. Itu sebabnya, Reza menyarankan pemberlakuan hukuman mati.

"Sudahlah. Jika kesalahannya terbukti, hukum mati saja. Eksekusi pada 23 Juli, Hari Anak Nasional," tegasnya.

Sedangkan korban direhabilitasi psiko-fisik-sosial-spiritual sepanjang hayat. Untuk sekolah, harus diberikan sanksi berupa pencabutan akreditasi. Bahkan izin operasional sekolah patut dikaji ulang.

"Untuk pengelola sekolah, jika tahu tapi melakukan pengabaian terhadap situasi, mereka kudu dipidana juga," pungkasnya.

Seperti diketahui, seorang pembina ekstrakurikuler Patroli Keamanan Sekolah (PKS) sebuah SMK swasta di Garut diamankan polisi karena diduga mencabuli puluhan siswa. RG (23) ditangkap saat berada di lingkungan sekolah tersebut.

Kasus pencabulan puluhan siswa yang dilakukan RG, 23, pembina ekstrakurikuler Patroli Keamanan Sek olah (PKS) sebuat SMK swasta di Garut mengundang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News