KPR Mikro untuk MBR Skema ABCG Diujicoba di Jawa Tengah

KPR Mikro untuk MBR Skema ABCG Diujicoba di Jawa Tengah
Bank BTN. Foto Ricardo/jpnn.com

jpnn.com, JAWA TENGAH - PT Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk bersama Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR), Badan Pertanahan Nasional, Pemerintah Kabupaten Kendal dan Universitas Diponegoro (Undip) bersinergi dalam memfasilitasi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang belum mendapatkan akses pendanaan dari nank untuk memiliki rumah melalui skema KPR Mikro Academy-Business-Community Government (ABCG).

ABCG merupakan skema hasil kolaborasi empat pihak yang tediri dari akademisi, dunia usaha atau bisnis, komunitas dan pemerintah untuk mendukung pembangunan perumahan swadaya yang berbasis komunitas yang membutuhkan rumah tinggal.

“Setidaknya ada sekitar 6 juta MBR yang unbankable di Indonesia yang belum memiliki rumah. Hal ini menjadi tanggung jawab, tidak hanya pemerintah pusat dan daerah saja, tetapi merupakan tanggung jawab seluruh stakeholder termasuk Bank BTN dengan melibatkan akademisi serta komunitas,” ujar Direktur Utama Bank BTN, Maryono di Jawa Tengah, Kamis (27/9).

Dalam skema ini, BTN merepresentasikan dunia usaha/ perbankan yang akan memfasilitasi pembiayaan lahan melalui produk KPR BTN Mikro. KPR BTN Mikro yang telah dirilis sejak tahun 2017 lalu, adalah produk yang mengintegrasikan simpanan, pinjaman dan asuransi/ penjaminan dalam skala mikro.

“Untuk menyentuh MBR, BTN melakukan bundling produk KPR BTN Mikro dengan program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya atau BSPS sehingga akses pembiayaan untuk memiliki lahan lebih terjangkau, sementara BPN akan membantu pengadaan dan proses sertifikasi lahan,” kata Maryono

Menurut Maryono, sebagai pilot project, Kendal menjadi kabupaten pertama yang mengaplikasikan KPR BTN Mikro dengan skema ABCG.

KPR BTN Mikro dengan skema ABCG bisa diakses oleh konsumen dari kalangan MBR, dan bagi yang belum memiliki tanah maupun rumah. MBR yang dibidik dalam skema ABCG adalah mereka yang hidup di rumah kontrakan, di lingkungan yang tidak layak huni. Sebagian dari mereka berprofesi sebagai pekerja honorer seperti guru tidak tetap, wirausaha, pegawai swasta dan lain-lain.

Adapun syarat-syarat lainnya dari calon debitur dalam pilot project ini adalah mereka yang berusia minimal 21 tahun, penghasilan rata-rata di bawah Upah Minimum Provinsi atau senilai Rp 2,5 juta serta belum memiliki rumah dan tanah.

ABCG merupakan skema hasil kolaborasi empat pihak yang tediri dari akademisi, dunia usaha atau bisnis, komunitas dan pemerintah untuk mendukung pembangunan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News