Ogah Disandera Amerika, Tiongkok dan Rusia Jauhi Dolar

Ogah Disandera Amerika, Tiongkok dan Rusia Jauhi Dolar
Presiden Tiongkok Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Foto: Reuters

jpnn.com, BEIJING - Rusia dan Tiongkok berusaha mengurangi dominasi mata uang dolar AS. Terutama dalam perdagangan dua negara. Karena itu, mereka berencana menggunakan lebih banyak mata uang yuan ataupun rubel. 

''Baik Tiongkok maupun Rusia tidak puas karena hampir semua pembayaran internasional menggunakan dolar Amerika. Kami butuh swasembada. Kami butuh otonomi yang lebih banyak,'' tegas Duta Besar Rusia untuk Tiongkok Andrey Denisov sebagaimana dikutip South China Morning Post akhir pekan lalu.

Langkah itu sejalan dengan pernyataan Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev saat berkunjung ke Tiongkok November tahun lalu. Dia mengungkapkan bahwa dua negara tengah berdiskusi untuk meluncurkan sistem pembayaran perdagangan langsung lintas perbatasan dengan menggunakan yuan dan rubel.

Nilai perdagangan antara Rusia dan Tiongkok pada 2018 lalu naik 25 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Yaitu, mencapai USD 108 miliar atau setara dengan Rp 1.500 triliun. Namun, hanya 10-12 persen dari nilai perdagangan tersebut yang menggunakan mata uang milik Rusia maupun Tiongkok.

BACA JUGA: Negara Tajir Mulai Terpikat Proyek Infrastruktur Tiongkok

Moskow dan Beijing tak puas dengan angka itu. Mereka ingin meningkatkan persentase penggunaan yuan dan rubel secara signifikan. Pun demikian dengan penggunaan mata uang negara lain untuk perdagangan dan investasi. Intinya, tak lagi bergantung pada dolar AS.

Selama ini Tiongkok adalah mitra dagang terbesar Rusia. Sebaliknya, Rusia adalah partner dagang terbesar kesepuluh bagi Tiongkok. Selama ini perdagangan dua negara cukup kuat. Selalu ada kenaikan setiap tahun. Denisov yakin pertumbuhan perdagangan dua negara akan terus menguat tahun ini.

Penggunaan mata uang yuan dan rubel juga menjadi jalan keluar untuk menghadapi sanksi AS. Rusia disanksi langsung oleh AS dan negara-negara Barat karena mengakuisisi Krimea dari Ukraina pada 2014 lalu.

Rusia dan Tiongkok berusaha mengurangi dominasi mata uang dolar AS. Terutama dalam perdagangan dua negara.

Sumber Jawa Pos

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News