Pak Basuki Bantah Tarif Tol di Indonesia Paling Mahal di Asia Tenggara

Pak Basuki Bantah Tarif Tol di Indonesia Paling Mahal di Asia Tenggara
Basuki Hadimuljono. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Menteri PUPR Basuki Hadimuljono membantah bahwa tarif tol di Indonesia paling mahal di Asia Tenggara, seperti omongan yang ramai belakangan ini.

Basuki meminta publik untuk mengukur besaran tarif jalan tol berdasarkan tahun investasi. "Benar tarif tol di Malaysia lebih murah. Namun, itu dibangun tahun berapa?” ujarnya selepas pertemuan dengan kepala-kepala Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) di kantor PUPR, Selasa (12/2).

Menteri yang jago menggebuk drum itu mencontohkan Jalan Tol Jakarta-Cikampek yang diresmikan tahun 1984. Tarifnya hingga saat ini adalah Rp. 200/kilometer.  Contoh lain adalah Jalan Tol Jagorawi yang lebih tua bertarif Rp. 100 per Kilometer. “Kalau dibandingkan dengan tol baru seperti Batang-Semarang yang Rp. 1.500 (per kilometer,Red) tentu lebih mahal,” jelasnya.

Saat ini, kata Basuki, PUPR bersama BUJT pengelola tol dan Asosiasi Tol Indonesia (ATI) tengah melakukan rembuk bersama untuk mencari solusi terbaik. Ada beberapa opsi yang dipertimbangkan. Bisa dengan memperpanjang masa konsesi Jalan Tol untuk BUJT, bisa dengan memberi insentif dengan salah satu dari dua cara, yakni pemberian subsidi tarif langsung oleh negara, ataupun insentif pajak.

“Nanti opsi terbaik dicari yang mana. Kalau mau diturunkan berapa, terus kompensasinya apa. Mudah-mudahan dalam satu atau dua hari ini ketemu (solusi,Red) baru saya laporkan ke Presiden,” kata Basuki.  

Dia mengungkapkan, sebenarnya banyak pertimbangan ketika pemerintah memutuskan untuk menurunkan tarif. Jika arus kendaraan masuk ke jalan tol kemudian jalur nasional menjadi sepi maka juga akan ada protes dari para pedagang.

Kemudian faktor pembagian moda transportasi. Jika diturunkan terlalu banyak, maka dikhawatirkan 95 persen kendaraan logistik akan tumpah ke Jalan raya. Padahal, pemerintah berharap angkutan logistik lebih memanfaatkan kapal laut dan kereta api. Pertimbangan lain adalah maraknya truk over dimension and over load (ODOL). “Karena kalau masuk tol kan dia nggak bisa cepet. Jadi mending lewat jalan nasional saja,” ujar Basuki.

Sebagai BUJT terbesar, Direktur Operasi II PT Jasa Marga Subakti Syukur mengungkapkan bahwa pihaknya menyerahkan pada kebijakan pemerintah, meskipun nantinya tentu ada dampak dalam sisi pegusahaan jalan tol.

Tarif tol seperti di Trans Jawa disebut bukan opsi favorit buat sopir truk, karena harus mengeluarkan biaya ekstra sekitar Rp 1,3 juta.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News