Panembahan Reso, Karya Besar WS Rendra Kembali Dipentaskan

Panembahan Reso, Karya Besar WS Rendra Kembali Dipentaskan
Jumpa pers jelang pementasan teater Panembahan Reso, di Bengkel Teater Rendra, Depok, Jumat (26/4). Foto: Dedi Yondra/JPNN.Com

jpnn.com, DEPOK - Karya besar dan monumental dari WS Rendra bertajuk Panembahan Reso bakal dipentaskan kembali. Setelah sukses di era 80an, pementasan ulang lakon teater itu akan diadakan pada 19 dan 20 Desember 2019 di Teater Jakarta Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Lakon Panembahan Reso pernah dipentaskan selama tujuh jam di Istora Senayan Jakarta, di tahun 1986. Selama dua hari, pementasan disaksikan sekitar 15.000 penonton.

Setelah itu belum pernah ada lagi kelompok teater yang mementaskan lakon ini. Nah, atas dasar tersebut, BWCF Society, GenPI.co, dan Ken Zuraida Project selaku penyelenggara menganggap naskah ini masih sangat aktual dipentaskan untuk masa kini dengan sutradara Hanindawan.

"Konteks ini aktual. Buat generasi milenial dengan menonton ini bisa menginspirasi. Apa yang dilakukan, sebenarnya sudah dilakukan sejak dulu. Ini sangat bermutu, tontonan yang menginspirasi," kata salah seorang produser Auri Jaya, di Bengkel Teater Rendra, Depok, Jumat (26/4).

Selain Auri Jaya, sejumlah tokoh juga bertindak sebagai produser. Antara lain, gabungan produser dan seniman teater dari Solo, Yogyakarta, dan Jakarta seperti Seno Joko Suyono, Imran Hasibuan, serta pimpinan produksi Yessy Apriati.

(Baca Juga: WS Rendra Raih Bintang Jasa)

Sutradara pementasan Hanindawan bakal dibantu asisten sutradara Sosiawan Leak. Pementasan ini juga didukung para seniman yang mumpuni, seperti: Dedek Wahyudi (penata musik), Hartati (penata tari/koreografer), Hardiman Radjab (penata artistik/skenografer), Retno Damayanti (penata busana/kostum) dan Sugeng Yeah (penata lampu). Sebagai konsultan pertunjukan tercatat Ken Zuraida, Edi Haryono, Iwan Burnani Toni, dan Bambang Bujono.

"Sebagai penafsir tentu sudah jelas cerita dan tokohnya, volume berbeda tapi tidak mengurangi kualitas. Dramatisasi tetap terjaga, hanya saja saya potong jadi tiga jam supaya tidak ngantuk, harus ada daya pikat, naskah menarik, dibuat kekinian," ujar Hanindawan.

Panembahan Reso sejatinya merupakan epos yang merefleksikan betapa hasrat membabi buta terhadap kekuasaan selalu menimbulkan aspek delusi terhadap seorang pemimpin dan pengikutnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News