Pembagian yang tak Jelas, Mempersulit Sistem Tarif Cukai Hasil Tembakau

Pembagian yang tak Jelas, Mempersulit Sistem Tarif Cukai Hasil Tembakau
Proses pembuatan rokok di salah satu pabrik di Jawa Timur. Foto: dokumen JawaPos.Com

jpnn.com, JAKARTA - Persaingan yang tidak setara masih terjadi di antara pabrikan rokok besar dan kecil.

Saat ini, ada pabrikan besar yang memanfaatkan celah struktur cukai rokok yang rumit, sehingga hanya membayar cukai dengan tarif yang lebih rendah.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, dasar pembagian golongan besar dan kecil yang tidak jelas ini semakin memperumit sistem tarif cukai hasil tembakau.

Menurutnya, administrasi yang rumit akan mempersulit pengawasan dan kepatuhan, serta membuka celah adanya pelanggaran lantaran adanya perbedaan tarif antar golongan tersebut.

“Ini menyebabkan negara mengalami kerugian dari sisi penerimaan. Pemerintah harus lebih jeli. Hal ini penting demi melindungi pabrikan kecil. Contoh kasus, saat ini ada pabrikan rokok besar yang membayar cukai sigaret putih mesin atau SPM golongan dua dengan tarif yang rendah, saya berpikir ini sudah salah fatal,” ujar Yustinus.

Dia lantas mencontohkan saat ini, tarif cukai untuk SPM terdiri dari tiga lapis, di mana tarif paling atas dan lapisan bawahnya memiliki celah yang cukup besar. Akibatnya, pabrikan yang bermodal besar memanfaatkannya.

Penggolongan pabrikan seharusnya bukan dari jenis rokok yang dibuat, tapi dari besarnya skala atau volume produksi perusahaan.

"Kalau perusahaan itu sudah memproduksi sigaret kretek mesin dan dikenakan tarif yang paling tinggi, harusnya mereka juga membayar cukai yang paling tinggi untuk jenis sigaret putih mesin atau sebaliknya. Aturan harus fair, adil bagi para pelaku usaha, serta tidak boleh diskriminatif," tutur Yustinus.

Persaingan yang tidak setara masih terjadi di antara pabrikan rokok besar dan kecil.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News