Pengamat: Gugat ke MK Bukan Tidak Siap Kalah

Pengamat: Gugat ke MK Bukan Tidak Siap Kalah
Rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat nasional Pemilu Serentak 2019 di KPU. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menetapkan rekapitulasi penghitungan suara manual Pemilu Serentak 2019 pada 22 Mei 2019. Pakar hukum konstitusi Heru Widodo mengatakan, wajar-wajar saja kalau ada kontestan yang sudah mengetahui hasil 22 Mei nanti melakukan gugatan perselisihan hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Ketika ada keberatan ke MK, itu bukan berarti yang mengajukan keberatan tidak siap kalah,” kata Heru dalam diskusi “Menanti 22 Mei” di Jakarta, Sabtu (18/5).

Menurut Heru,  langkah kontestan mengajukan gugatan sengketa pemilu ke MK tersebut merupakan konstitusional power. Heru menegaskan, langkah itu merupakan sebuah  upaya keberatan atas hasil yang telah ditetapkan oleh KPU.

“Jadi, itu adalah untuk mengerem manakala pasangan calon yang kalah keberatan terhadap hasil yang ditetapkan KPU,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, bisa jadi keberatan yang diajukan nanti terkait  persoalan kuantitatif karena perbedaan tabulasi. Menurut dia, perbedaan itu akan diuji secara kuantitatif di MK.

BACA JUGA: Ini Skenario KPU Jika Hasil Pilpres 2019 Tak Digugat ke MK

Dia menegaskan, kalau langkah ke MK tidak ditempuh oleh  paslon yang kalah, maka otomatis keputusan KPU berkekuatan hukum tetap. Sebab, calon yang kalah tidak menggunakan haknya ke MK dalam upaya membatalkan surat keputusan KPU yang memenangkan paslon.

Heru menyatakan jika  paslon 02, Prabowo Subianto – Sandiaga Uno mengklaim perolehan suara mereka di atas 50 persen, dan kemudian KPU menetapkan paslon 01 Joko Widodo – KH Ma’ruf Amin yang menang Pilpres 2019, maka mereka punya kesempatan untuk adu data di MK.

Wajar-wajar saja kalau ada kontestan yang sudah mengetahui hasil 22 Mei nanti melakukan gugatan perselisihan hasil pemilu ke MK.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News