Peraturan Menteri Keuangan Dicabut, E-Commerce Tetap Bisa Kena Pajak

Peraturan Menteri Keuangan Dicabut, E-Commerce Tetap Bisa Kena Pajak
Ilustrasi e-commerce. Foto: pixabay

jpnn.com, JAKARTA - Peraturan Menteri Keuangan No 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-commerce) memang telah dihapus.

Meski demikian, para pelaku e-commerce tetap saja masih bisa dikenai pajak. Pemain e-commerce bisa dikenai pajak penghasilan (PPh) final UKM satu persen dari omzet.

Hal itu berlaku jika omzet di bawah Rp 4,8 miliar. Selain itu, pedagang yang mempunyai pendapatan lebih dari penghasilan tidak kena pajak (PTKP) Rp 54 juta per tahun tetap dikenai PPh.

Ekonom Center on Reform of Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan, pemerintah harus tetap mencari peluang untuk memperluas basis pajak.

“Namun, memang harus dibedakan perlakuannya, dilihat dari sisi skala usahanya,” katanya, Minggu (21/4).

Menurut dia, perkembangan ekonomi digital sangat cepat. Diharapkan, pertumbuhan dari ekonomi digital tersebut membawa dampak bagi penerimaan negara.

Pada dasarnya, pemajakan untuk pedagang yang menjual barangnya melalui e-commerce tidak berbeda dengan pemajakan untuk wajib pajak (WP) lain. Karena itu, para pedagang tetap bisa dikenai pajak.

Yang berbeda adalah kewajiban pihak e-commerce dalam melaporkan transaksi pedagang kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.

Peraturan Menteri Keuangan No 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-commerce) memang telah dihapus.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News