Pindahkan Keindahan Foto ke Lukisan

Pindahkan Keindahan Foto ke Lukisan
Lukisan karya Rasmono. FOTO : Jawa Pos

jpnn.com, SURABAYA - Pelukis Rasmono memang tak pernah lelah berkarya. Tradisi Melasti yang dilakukan masyarakat Bali menjelang Nyepi tergambar dengan elok dalam sebuah kanvas yang dilukisnya.

 

Dia mengerjakan karya tersebut setelah kembali dari Bali pada Maret lalu. Rasmono memang khusus datang ke sana untuk memotret keeksotisan Pulau Dewata. Dia sekaligus mengabadikan tradisi Melasti yang diwarnai dengan kegiatan membersihkan benda pusaka di laut. 

Hasil bidikan kamera itulah yang kemudian ditransfer dalam bentuk lukisan. Tak tanggung-tanggung, alumnus Magister Hukum UPH tersebut membuat dua lukisan sekaligus. Pengerjaan setiap lukisan membutuhkan proses sekitar dua bulan. 

"Soalnya, saya mau detail dan warnanya menarik,'' ujar peraih medali emas Photography Society of America (PSA) 2018 tersebut. Untuk itu, Rasmono kerap berimprovisasi memainkan warna dan ekspresi demi hasil karya lukis yang lebih hidup. 

Hal tersebut tampak dari salah satu lukisan Melasti yang terpajang di Surabaya Art Center (SAC) Lenmarc Mall kemarin (16/10). Di situ dua anak terlihat berkecipak memainkan air sehingga menimbulkan ombak kecil. Mereka saling mencipratkan air dan tertawa lepas. Sementara itu, beberapa kaum ibu yang membawa pusaka untuk dicuci melihat hal tersebut sambil ikut mesem. Ada pula yang terlihat kaget karena terciprat air. 

''Di foto aslinya nggak sedramatis itu meskipun memang betul ada anak yang lagi main air. Tapi, saya tambahkan mimik wajah dan warna agar lebih hidup,'' katanya. Satu lagi lukisan Melasti diambil dari foto yang berbeda. Namun, sekali lagi, lukisan tersebut masih terlihat hidup karena menampilkan ekspresi semangat masyarakat Bali. Mereka bergotong royong menandu benda-benda pusaka untuk dibersihkan di tepi laut. Ada yang tertawa dengan begitu excited, natural, dan khas. 

Menurut Rasmono, laut yang mewakili unsur air merupakan sebuah perlambang yang menunjukkan hubungan erat antara manusia dan air. ''Kita butuh air untuk hidup dan menyucikan diri. Momen yang berhubungan dengan tradisi juga selalu punya ciri khas. Dari kostum hingga ekspresi wajah,'' ungkap lelaki yang juga menjabat penanggung jawab SAC itu. Bapak empat anak tersebut juga mengaku masih mengombinasikan alam dan manusia dalam satu bingkai. Sebab, itu dianggap bisa menyalurkan rasa yang dinamis dan saling melengkapi. 

Karya terbaru yang juga dibuat Rasmono beberapa bulan terakhir adalah lukisan berjudul Pagoda Myanmar. Lagi-lagi, karya tersebut merupakan versi lukis dari foto yang pernah dijepretnya. Tepatnya, setelah mengunjungi Myanmar selama dua pekan pada Februari lalu. Dia banyak membidik kehidupan dan kultur masyarakat lokal di pasar. Dia juga mengabadikan masyarakat yang sedang beribadah di pagoda. ''Dari foto yang saya ambil itulah, saya proses menjadi bentuk lukisan. Mood-nya lebih dapat karena saya melihat dan merasakan sendiri,'' jelasnya. 

Lukisan tersebut menggambarkan sebuah padang rumput yang dikelilingi pagoda. Juga terlihat sekawanan sapi yang tengah pulang ke kandang. Momen itu sengaja diambil saat matahari mulai turun. Warna senja dengan langit yang kemerahan pun menjadi latar yang dramatis. Debu yang menyeruak dan berwarna kuning kecokelatan juga digoreskan dengan apik. ''Lukisan itu jadi ada nyawa dan jiwanya. Sebab, saya merasakan sendiri debu yang terbang karena sapi-sapi berlarian. Seolah-olah saya kembali ada di Myanmar saat melihat potret sambil melukiskannya di atas kanvas,'' ucapnya. (hay/c20/tia) 


Di foto aslinya nggak sedramatis itu meskipun memang betul ada anak yang lagi main air. Tapi, saya tambahkan mimik wajah dan warna agar lebih hidup


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News