Pram dan PRD

Pram dan PRD
Pramoedya Ananta Toer menerima PRD Award dari Budiman Sudjatmiko, 22 Juli 1996. Foto: Dok PRD untuk JPNN

Kalimat pertamanya; Tidak ada demokrasi di Indonesia!

Menurut dia, sudah tiba saatnya segala paket perundang-undangan yang membatasi partisipasi rakyat seperti 5 paket UU politik segera dicabut.

"Paket undang-undang ini adalah benteng pengabsahan pemerintah untuk membatasi hak-hak politik rakyat…hak-hak dasar partisipasi rakyat untuk berpolitik telah dipasung, dibatasi, dibuntungi dengan penerapan 5 paket UU politik dan dwi fungsi ABRI."

Petrus juga menyoroti semakin dalamnya kesenjangan antara segelintir yang kaya dengan mayoritas yang miskin.

"Selama kedaulatan rakyat masih belum mendapatkan tempat yang layak dalam kehidupan ekonomi, politik dan budaya sebuah bangsa dan masyarakat, selama itu pula sejarah akan memberikan alat-alat perlawanan untuk menegakkannya."

Maka, "berdirinya Partai Rakyat Demokratik (PRD) merupakan salah satu manifestasi dan jawaban untuk menjawab kebekuan dan kebuntuan dari alat-alat politik ekstra parlementer, serta meningkatkan kualitatif gerakan rakyat menuju suatu masyarakat demokratik multi partai kerakyatan yang damai, tanpa kekerasan."

Di antara 300-an orang yang menghadiri deklarasi PRD, terlihat Pramoedya Ananta Toer, Goenawan Mohamad, Jusoef Ishak, Hasjim Rachman, Sri Bintang Pamungkas, juga Permadi (PDI).

Nampak juga puluhan wartawan. Baik dalam pun luar negeri.

"PRD berhak mandiri sebagai partai politik. Dan saya bersedia menjadi anggota, kalau diterima," kata sastrawan Pramoedya Ananta Toer, saat rapat

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News