Presidential Threshold 20 Persen Rusak Iklim Demokrasi

Presidential Threshold 20 Persen Rusak Iklim Demokrasi
Diskusi bulanan yang diadakan Policy Centre (Polcen) Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI) di Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (13/7). Foto: Iluni UI

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Ashiddiqie menilai presidential threshold (PT) sebesar 20 persen pada Pilpres 2019 bisa merusak iklim demokrasi.

Jimly mengatakan, pasal-pasal di dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2017 yang menetapkan PT sebesar 20 persen bisa menghambat parpol yang ingin mengajukan capres-cawapres.

Pasalnya, pilpres dan pileg diselenggarakan serentak dan ada presiden incumbent.

Penerapan PT 20 persen juga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 hasil amendemen.

Jimly menuturkan, awalnya dirinya berpendapat penerapan PT 20 persen makruh.

Namun, kondisi saat ini mengubah pendapatnya sehinggga PT 20 persen pada Pilpres 2019 menjadi agak haram.

"Karena itu, penerapan presidential threshold 20 persen harus dipertimbangkan oleh MK untuk dikurangi atau dicabut,” kata Jimly dalam diskusi bulanan yang diadakan  Policy Centre (Polcen) Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI) di Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (13/7).

Diskusi itu dihadiri beberapa tokoh seperti Ketua Umum Iluni UI Arief Budhy Hardono,  Eman Sulaeman Nasim (ketua Iluni UI), dan peneliti dari LIPI Lily Romli.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Ashiddiqie menilai presidential threshold (PT) sebesar 20 persen pada Pilpres 2019 bisa merusak iklim demokrasi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News