Prof Jimly Was-was Jika Hanya Ada Dua Pasang Capres di Pilpres 2019

Prof Jimly Was-was Jika Hanya Ada Dua Pasang Capres di Pilpres 2019
Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqqie mengaku tidak setuju dengan ketentuan tentang presidential threshold dalam UU Pemilu. Alasannya, presidential threshold akan membatasi jumlah calon presiden pada Pemilu 2019.

Menurut Jimly, ketentuan tentang ambang batas untuk mengusung duet calon presiden-calon wakil presiden itu masih bisa diuji di Mahkamah Konstitusi (MK). "Bagi yang tidak setuju ya (ajukan gugatan) ke MK," kata Jimly di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (27/7).

Guru besar ilmu hukum tata negara itu lantas menyinggung ketentuan ambang batas minimal 20 persen jumlah kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional sebagai syarat mengusung pasangan capres-cawapres. Seharusnya, kata Jimly, makin banyak calon presiden justru makin baik.

Dia menambahkan, kemunculan banyak capres bukan hal yang perlu ditakuti. Justru, katanya, hal yang perlu ditakuti jika hanya ada dua pasang capres yang bersaing.

"Ini cuma bikin bangsa kita terbelah. Pilkada DKI (misalnya) membelah kita," tutur ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu.

Karena itu, kata Jimly, yang harus dicegah adalah jika hanya ada dua pasang capres di Pilpres 2019. "Itu tegang sejak awal," tegasnya.

Makanya, kata Jimly, semakin banyak calon makin baik. Dia khawatir presidential threshold 20 persen itu akan menghambat calon-calon bermunculan. “Masih ada mekanisme di MK,” ujarnya.(boy/jpnn)


Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqqie mengaku tidak setuju dengan ketentuan tentang presidential threshold dalam UU Pemilu. Alasannya,


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News