Refly Harun: Presiden Bangun Tidur Pun Bisa Bikin Perppu

Refly Harun: Presiden Bangun Tidur Pun Bisa Bikin Perppu
Ratusan massa yang terdiri dari berbagai Ormas melakukan aksi unjuk rasa di Bundaran Patung Kuda, Jakarta, Selasa (18/7). Mereka menolak Perppu Ormas. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Refly Harun menolak dalil pemerintah jika Indonesia dalam kondisi darurat sehingga harus menerbitkan Perppu Ormas.

Pasalnya, kondisi darurat harus dinyatakan, bukan subjektif dalam pikiran masing-masing individu. "Negara dalam keadaan darurat itu harus dinyatakan. Tidak bisa hanya ada di pikiran masing-masing orang bahwa negara dalam keadaan darurat menurut A, menurut B tidak, menurut C iya, menurut D tidak," ujar Refly dalam acara ILC, Selasa (18/7) malam.

Menurut Refly, harus dinyatakan apakah dalam kondisi darurat perang, darurat sipil atau militer. Nah jika dalam kondisi itu, maka negara memenuhi syarat melakukan tindakan -tindakan tadi, termasuk memasung HAM karena untuk mengatasi negara dalam keadaan darurat. Dan, jika keadaan negara tidak darurat lagi, ormas yang dibubarkan itu tadi bisa menggugatnya di pengadilan.

"Namun dalam keadaan yang biasa, saya termasuk yang sebenarnya sangat tidak setuju kalau ada model perppu yang seperti ini," ujarnya.

Dia melihat ada paradigma keliru ketika pemerintah mengeluarkan Perppu Ormas. Memang, jika berdasar putusan MK simple sekali, yang penting presiden memiliki hak subjektif untuk mengatakan keadaaan genting dan memaksa, lalu presiden melihat Undang-Undang yang ada itu tidak ada, ada kekosongan hukum atau kalau ada itu pun tidak memadai.

Lalu, untuk mengisi kekosongan tersebut tidak bisa ditempuh dengan jalur biasa, harus jalur luar biasa yaitu mengeluarkan Perppu. Nah definisi kegentingan itu yang perlu diperdebatkan saat ini.

"MK mempermudah keluarnya perppu ini, pokoknya hal subjektif presiden. Makanya saya katakan, presiden bangun tidur pun bisa mengeluarkan perppu, kemudian ada judicial check dan political check," tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto, mengungkapkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 – soal Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan dikeluarkan lantaran kebutuhan yang genting dan mendesak. (esy/jpnn)

Pakar hukum tata negara Refly Harun menolak dalil pemerintah jika Indonesia dalam kondisi darurat sehingga harus menerbitkan Perppu Ormas.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News