Remunerasi Bertambah, Suap Tetap Jalan, gak Ngaruh Bro…

Remunerasi Bertambah, Suap Tetap Jalan, gak Ngaruh Bro…
Ilustrasi suap. Foto: Pixabay

jpnn.com, JAKARTA - Desakan agar kinerja Kejaksaan Agung dievaluasi terus bermunculan. Khususnya setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap jaksa Kejati Bengkulu Parlin Purba. Jaksa Parlin menerima suap Rp 10 juta dari total komitmen lebih dari Rp 150 juta.

Pakar Hukum Pidana Abdul Ficar Hadjar menjelaskan, Kejagung sebenarnya pernah membuat sebuah satgas yang mirip dengan KPK.

Yakni Tim Pengawal Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D). Namun, semangatnya hanya di awal, setelah itu hilang semua. ”Maka tidak heran kalau yang menjadi sasaran OTT saat ini banyak ke Jaksa,” tuturnya.

Soal penyebab Jaksa main sering korupsi, dia meyakini bahwa korupsi itu sudah budaya yang dilakukan pejabat. Entah PNS atau yang penegak hukum seperti jaksa.

Maka dari itu, sangat tidak cukup menangani budaya korupsi dengan meningkatkan pendapatan penegak hukum, seperti remunerasi.

”Remunerasi bertambah, korupsi tetap bakal jalan juga. Jadi, tidak ngaruh,” paparnya.

Solusi utamanya, sebenarnya perlu pemimpin yang tegas dan anti korupsi untuk Kejagung. ”Kalau Jaksa Agungnya Baharuddin Lopa ya Kejagung akan bersih. Kalau atasan tidak bersih, bagaimana dengan bawahan,” ujarnya.

Dalam kurun dua tahun terakhir setidaknya sudah tiga kali ini KPK berurusan dengan jaksa-jaksa yang menerima suap.

Desakan agar kinerja Kejaksaan Agung dievaluasi terus bermunculan. Khususnya setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap jaksa Kejati Bengkulu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News