Rencana e-Voting di RUU Pemilu Hanya Kepentingan Proyek?

Rencana e-Voting di RUU Pemilu Hanya Kepentingan Proyek?
Pemilih menunjukkan smart card e-voting dalam pemilihan kepala desa di Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor (12/3). Foto: Hilmi Setiawan/Jawa Pos

jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menyoroti munculnya keinginan untuk menerapkan pemungutan suara secara elektronik (e-voting) di RUU Pemilu, yang sedang dibahas di DPR.

Pria kelahiran Ternate itu mensinyalir keinginan untuk menerapkan e-voting tersebut lebih didorong adanya kepentingan bisnis.

Sebab, dengan begitu maka akan ada proyek lagi untuk mendukung pelaksanaan pemilu.

"E-voting ini pesanan siapa ini, siapa bohir-nya (sponsor-red). Sudahlah. Ini proyek. Lihat di Amerika Serikat, e-voting sampai sekarang masih bermasalah kan. jadi tidak usah pakai e-voting," ujar Margarito dalam diskusi bertajuk RUU Pemilu dan Pertaruhan Demokrasi, di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (20/5).

Karenanya dia meminta ketentuan e-voting tersebut dihapus mengingat akan ada kendala dalam penerapan teknologinya.

"Kenyataan e-voting di Amerika Serikat juga bermasalah. Padahal mereka jago teknologi, nah kita? Kita tahu kan negara kita ini," ujar dia.

Di sisi lain, sistem yang ada sekarang menurutnya sudah akrab dengan pemilih di tanah air dan cara pemilihan dengan datang ke tempat pemungutan suara dianggap mewakili keadilan dan lebih memungkinkan rakyat menyalurkan haknya secara tepat dan secara menyeluruh.

Sementara e-voting yang direncanakan menurut Margarito, tak lebih dari sekedar kepentingan proyek baru. Layaknya e-KTP yang tidak ada faedah dan bedanya dengan KTP manual. Kecuali, adanya proyek triliunan yang berujung ke penjara.

Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menyoroti munculnya keinginan untuk menerapkan pemungutan suara secara elektronik (e-voting) di RUU Pemilu,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News