Risma Bagi Cara Tata Pengelolaan Kota

Risma Bagi Cara Tata Pengelolaan Kota
Peserta kongres United Cities and Governments Asia Pacific (UCLG ASPAC) saat mengunjungi pelayanan publik di Surabaya. FOTO : Jawa Pos

jpnn.com, SURABAYA - Hari pertama kongres United Cities and Governments Asia Pacific (UCLG ASPAC) Ke-7 kemarin (12/9) berlangsung lancar. Beberapa hal menjadi bahan diskusi. Salah satunya penanganan terorisme.

Kepada para delegasi yang datang dari 40 negara itu, Wali Kota Tri Rismaharini mengatakan bahwa pemulihan kota berjalan cepat. ''Kenapa cepat recovery, karena masyarakatnya juga tanggap,'' ujar Risma dalam acara di Dyandra Convention itu.

Saat itu pemkot bekerja sama dengan pihak kepolisian serta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bergerak cepat untuk pengamanan dan tindakan medis para korban. Penanganan aksi tanggap bencana sosial itu juga tidak lepas dari ketersediaan fasilitas penunjang. Antara lain, CCTV di penjuru kota yang terhubung dengan Command Center 112 dan Surabaya Intelligence Transport System (SITS). Dengan kamera yang tersebar itu, pemkot bisa membantu penyelidikan kepolisian. Selain itu, petugas di CC112 siaga menampung berbagai laporan dari masyarakat jika ada hal yang mencurigakan.

Menurut Risma, kawasan perkotaan di Surabaya memiliki jenis-jenis bencana yang kompleks. ''Terorisme itu harus ditambahkan dan salah satu yang harus diwaspadai,'' lanjutnya dalam diskusi dengan tema menanggulangi bencana alam maupun sosial tersebut.

Sebagai daerah pesisir dengan ketinggian hanya 5 meter di atas permukaan laut, Surabaya juga berisiko terendam banjir ketika musim hujan. Namun, pemkot berhasil membuktikan penurunan volume banjir dari tahun ke tahun.

Kondisi tanah yang rendah membuat pemkot giat mengembangkan fasilitas menampung air. Di antaranya, ada pintu air, waduk, dan rumah pompa. ''Kita berhasil menurunkan banjir hingga 47 persen meski bujetnya tidak besar,'' jelas Risma.

Membangun pintu air dan rumah pompa mampu menekan cost penanganan banjir. ''Tidak perlu satu badan khusus. Sebab, kalau ada badan khusus bencana banjir, justru cost-nya makin banyak,'' lanjutnya.

Daripada difokuskan pada satu badan penanggulangan, lanjut dia, peralatan penanggulangan bencana disebar ke berbagai pos tanggap bencana dan dinas-dinas. Jika ada insiden seperti kebakaran, banjir, keracunan makanan, dan sebagainya, setiap dinas terkait bisa langsung tanggap mengambil tindakan. ''Kalau ada kebakaran, ya langsung dari dinas kependudukan, misalnya. Mereka ikut mengurus dokumen-dokumen warga korban kebakaran,'' lanjutnya memberikan contoh.

Penggunaan anggaran secara efisien untuk tanggap bencana itu juga digarisbawahi Sekretaris Jenderal UCLG ASPAC Bernadia Irawati Tjandradewi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News