Si Pasien Tidak Kembali Lagi, Dikira Sudah Meninggal, Ternyata…

Si Pasien Tidak Kembali Lagi, Dikira Sudah Meninggal, Ternyata…
Sumartini Dewi (empat dari kiri) didampingi promotor dan penguji desertasi di gedung IMERI FK Universitas Indonesia (UI) Rabu lalu (12/7). Foto: Humas FK UI for Jawa Pos

Tiga bulan berlalu. Pasien tersebut kembali ke klinik Sumartini. Dosen FK Universitas Padjadjaran itu pangling. Kulit pasiennya yang semula kaku dan kisut menjadi tampak segar.

Tak ada lagi wajah kaku seperti topeng. Yang terlihat adalah kulit yang halus dan terdapat lemak di dalamnya. Seperti kulit orang kebanyakan.

Pasien tersebut juga mengatakan tidak lagi merasakan sesak. ”Dalam tiga bulan, berat badannya naik 5 kilogram (kg). Bagi penyandang scleroderma, itu merupakan perkembangan bagus,” ujar Sumartini.

Hal tersebut tentu memberikan angin segar. Sebab, selama ini tidak ada perbaikan signifikan pada pasien dengan riwayat scleroderma yang menggunakan pengobatan biasanya.

Untung, Sumartini memiliki kebun di dekat rumahnya. Dia pun mengembangkan ciplukan. Anggota Asia Pacific League of Association for Rheumatology itu pun berniat melakukan penelitian. Tujuannya, membuktikan secara ilmiah ciplukan yang dapat menjadi obat scleroderma.

Sejak 2015, penelitian mulai dijalankan. Dia mengambil sampel secara acak pada pasien yang berobat jalan di RS Cipto Mangunkusumo dan RS dr Hasan Sadikin.

Namun, waktu itu dia tidak lagi meminta pasiennya untuk merebus sendiri ciplukan. Dia menggunakan ekstrak ciplukan.

Untuk mengamati, Sumartini mengategorikan dua kelompok pasien. Kelompok yang diberi ekstrak ciplukan dan yang tidak.

Physalis peruviana kerap dianggap sebagai tumbuhan liar, bahkan hama. Ternyata tumbuhan yang dikenal sebagai ciplukan itu punya banyak manfaat. Sumartini

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News