Strategi UMKM Hadapi Kenaikan Harga Telur

Strategi UMKM Hadapi Kenaikan Harga Telur
Ilustrasi. FOTO : Jawa Pos

jpnn.com, SURABAYA - Harga telur dan daging ayam di pasar tradisional di Surabaya mengalami kenaikan. Dari pantauan di Pasar Pucang Anom, harga telur menyentuh Rp 20.500-Rp 21.000. Tiga hari sebelumnya masih di kisaran Rp 18.000-Rp 18.500. Begitu juga dengan daging ayam broiler. Naik dari harga Rp 26.000 menjadi Rp 30.000. ''Dari yang kirim sudah naik. Katanya harga baru dari peternak,'' ujar Muriza, salah satu pedagang di Pasar Pucang Anom.

Kenaikan harga telur langsung mendapat respons dari pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). UMKM di Kampung Kue, Rungkut, misalnya. Mereka mengambil ancang-ancang untuk menaikkan harga produk.

Choirul Mahpuduah, Salah satu produsen kue, menyatakan bahwa saat ini dirinya dan UMKM lain belum menaikkan harga. Alasannya, lonjakan telur masih dianggap normal. Di bawah harga batas atas, yakni Rp 23.000. ''Tapi, kalau sudah sampai Rp 24.000, ya beda lagi. Pasti naik jualannya,'' katanya.

Choirul dan pelaku lain juga sudah menyusun strategi. Selain menaikkan harga jual produk yang memakai banyak bahan baku telur atau daging ayam, mereka sementara berhenti membuat kue. ''Kalau pesanan sudah telanjur masuk ya dikerjakan,'' katanya.

Strategi tersebut pernah diterapkan saat terjadi kenaikan harga pascalebaran. Meski konsumen sambat, langkah itu dianggap jitu untuk memperkecil kerugian.

Pedagang martabak di kawasan Jalan Kapasari juga menerapkan langkah untuk meminimalkan kerugian. Mereka menghapus harga martabak yang paling murah. Biasanya ada yang Rp 10.000. Namun, kini yang paling murah Rp 15.000. ''Kalau bertahan terus, kita yang rugi. Nggak bisa ngimbangi lagi,'' papar Budiono, salah satu pedagang.

Sementara itu, Kepala Kantor Perwakilan Daerah (KPD) Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) Surabaya Dendy R. Sutrisno mengatakan, seharusnya pelaku UMKM memiliki hubungan langsung dengan pemasok atau peternak. Jadi, mereka memiliki kepastian harga dan produksi. Hal itu membuat rantai distribusi lebih efisien. ''Kalau ada kepastian, otomatis peternak juga bisa memprediksi kebutuhannya," ujarnya. (gal/c15/dio) 

Strategi tersebut pernah diterapkan saat terjadi kenaikan harga pascalebaran. Meski konsumen sambat, langkah itu dianggap jitu untuk memperkecil kerugian


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News