Tagihan Listrik Rp 70.000 per Bulan, Subsidi Dicabut jadi Rp 160.000

Tagihan Listrik Rp 70.000 per Bulan, Subsidi Dicabut jadi Rp 160.000
Ilustrasi mati listrik. Foto: Rakyat Kalbar/JPNN

Indikator kemiskinan yang digunakan TNP2K tersebut berbeda dengan lembaga-lembaga pemerintah yang lain seperti Badan Pusat Statistik (BPS) atau data dari Kemensos.

“Data kemiskinan itu perlu didiskusikan ulang. Karena kalau dari dulu bicara kemiskinan tidak akan selesai. Data dari Kemensos, TNP2K dan BPS itu kalau parameternya berbeda, hasil datanya juga beda,”jelas Komaidi saat dihubungi kemarin.

Komaidi melanjutkan, untuk menghindari adanya kontroversi, sebaiknya basis data yang digunakan sudah disepakati semua pihak. Selain itu, bisa juga disepakati setiap lembaga melakukan pendataan bersama-sama.

“Idealnya, satu data bisa dipakai semua. Atau bisa juga Bappenas, BPS dan TNP2K kalau memang harus membuat data, bersama-sama membuatnya. Karena sesuai aturan konstitusi, kalau memang yang berhak mendapat subsidi, ya harus diberikan. Ini harus firmed,”imbuhnya.

Komaidi menambahkan, sebagai bentuk aspek penegakan keadilan, tentu subdisi kepada pelanggan mampu tersebut dicabut. Belakangan, lanjutnya, masih ada ketidaksesuaian persepsi antara pemerintah dan DPR.

Sehingga, perlu dicarikan solusi lebih lanjut agar ada perbaikan mekanisme subsidi. ‘’Mekanismenya usulannya seperti pemberian subsidi LPG maupun BBM yang diberikan secara langsung. Dengan begitu diharapkan bisa langsung diterima manfaatnya kepada yang tepat sasaran,’’ katanya. (dee/ken)


Dampak kebijakan subsidi tepat sasaran juga membuat banyak masyarakat yang akhirnya tidak mendapatkan haknya untuk disubsidi.


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News