Tak Bermaksud Menghina, Ahok Cuma Ingin Dompet Warga Tebal

Tak Bermaksud Menghina, Ahok Cuma Ingin Dompet Warga Tebal
Basuki Tjahaja Purnama. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terus membantah melakukan penodaan dan menghina agama. Dalam pembacaan pledoi di pengadilan yang digelar di gedung Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (25/4), Ahok menjelaskan ucapannya di Kepulauan Seriu pada 27 September 2016 tidak bermaksud untuk menghina.

"Ketika memilih mengabdi melayani bangsa tercinta, saya masuk ke pemerintahan dengan kesadaran penuh untuk mensejahterahkan rakyat, otak, perut, dan dompet penuh. Untuk itu ketika saya memberikan sambutan di Pulau Pramuka, saya memulai dengan kalimat saya mau cerita ini biar bapak ibu semangat,” kata Ahok membacakan pleidoi di depan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara Dwiarso Budi Santiarto.

Dia mengklaim, dari sambutannya itu jelas sekali tidak ada maksudnya menghina agama. Mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat ini hanya ingin kantong warga di sana tebal dan sejahtera. “Dari sambutan saya jelas sekali bahwa saya hanya ingin punya satu niat saja, bahwa warga bisa tebal kantongnya dengan program yang sangat menguntungkan," katanya.

Ahok yakin dia tidak menoda agama. Hal itu, kata dia, juga dibuktikan dengan tuntutan jaksa penuntut umum yang dianggapnya mengakui bahwa dia tidak punya niat sedikit pun menista atau menodai agama. “Dan saya tegaskan saya tidak punya niat sedikit pun menghina golongan tertentu,” kata Ahok.

Sebelumnya, Ahok dituntut satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun. JPU Kejaksaan Agung menyatakan perbuatan Ahok telah memenuhi semua unsur di dalam pasal 156 KUHP. Jaksa Ali Mukartono menyatakan, Ahok terbukti bersalah melakukan tindak pidana di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu golongan rakyat Indonesia sebagaimana diatur pasal 156 KUHP dalam dakwaan alternatif kedua.

"Tidak ditemukannya hal-hal dapat meniadakan terdakwa dari pertanggungjawaban pidana ataupun tidak ditemukan alasan-alasan pemaaf mauapun pembenar atas perbuatan terdakwa,” kata Ali di persidangan.

Perbuatan Ahok yang dinilai terbukti melanggar pasal 156 KUHP yakni ucapannya yang menyinggung Surah Almaidah ayat 51 di tempat pelelangan ikan (TPI) Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Selatan, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta, Selasa 27 September 2016.

Adapun pernyataan Ahok seperti yang diungkap jaksa di persidangan adalah: "Ini pemilihan kan dimajuin, jadi kalau saya tidak terpilih pun saya berhentinya Oktober 2017. Jadi kalau program ini kita jalankan dengan baik pun, bapak ibu masih sempat panen sama saya sekalipun saya tidak terpilih jadi gubernur, jd cerita ini supaya bapak ibu semangat, jadi enggak usah pikiran ah nanti kalau enggak kepilih pasti Ahok programnya bubar. Enggak, saya sampai Oktober 2017. Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya, ya kan, dibohongi pakai surah Al-Maidah 51, macam-macam itu, itu hak bapak ibu ya. Jadi kalau bapak ibu perasaan enggak bisa kepilih nih, karena saya takut masuk neraka, karena dibodohin gitu, ya enggak apa-apa, karena ini kan panggilan pribadi bapak ibu. Program ini jalan saja. Jadi bapak ibu enggak usah merasa enggak enak. Dalam nuraninya enggak bisa milih ahok, enggak suka sama Ahok nih, tapi programnya gw kalau terima enggak enak dong, jadi utang budi, jangan bapak ibu punya perasaan enggak enak, nanti mati pelan-pelan loh, kena stroke.” (boy/jpnn)


Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terus membantah melakukan penodaan dan menghina agama. Dalam pembacaan pledoi di pengadilan


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News