Thailand Memilih: Boneka Militer atau Pemuja Thaksin?

Thailand Memilih: Boneka Militer atau Pemuja Thaksin?
Warga Thailand memilih dalam pemilu pertama sejak kudeta militer 2014 silam, Minggu (24/3). Foto: AFP

jpnn.com, BANGKOK - Otoritas pemilu Thailand belum mengumumkan hasil penghitungan suara secara resmi kemarin, Minggu (24/3). Namun, kandidat perdana menteri (PM) Pheu Thai Party (PTP) Sudarat Keyuraphan sudah membuat pernyataan. Yaitu, partai yang mendapat suara terbanyak memiliki hak untuk membentuk pemerintahan lebih dulu.

''Saya harap 250 senator yang telah ditunjuk oleh junta militer akan menghormati keinginan rakyat,'' ujar pemimpin partai PTP tersebut dalam konferensi pers seperti dikutip AP.

Pemilu kemarin memang menjadi hari bersejarah bagi penduduk Thailand. Pemilu pertama sejak 2011 itu ibarat pertaruhan untuk kembali menyerahkan kekuasaan kepada PTP, partai jelmaan Thai Rak Thai yang didirikan mantan PM Thaksin Shinawatra, ataukah ke junta militer lewat Palang Pracharat Party (PPP).

Sudarat membuat pernyataan tersebut karena yakin partainya didukung lebih banyak penduduk dan perolehan kursinya juga di atas PPP. Setidaknya, berbagai survei sebelum pemilu menunjukkan hal tersebut.

Namun, hasil perolehan suara sebagian yang dirilis Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak menunjukkan hal tersebut. Dari rekap KPU, tingkat kehadiran pemilih sekitar 80 persen dan suara terbanyak justru diraih PPP. Hasil tidak resmi pemilu dengan penghitungan 95 persen suara baru dirilis hari ini pukul 10.00 waktu setempat. Komisioner KPU Ittiporn Boonprakong tidak menyebutkan alasan penundaan tersebut.

BACA JUGA: Adik Raja Thailand Gagal Nyaleg, Partai Pengusungnya Terancam Dibubarkan

Mendapat suara terbanyak belum tentu bakal mendapat kursi lebih banyak. Thailand menganut sistem pemilu the winner takes all. Jadi, jika di suatu distrik PTP menang, semua suara dari berbagai partai diserahkan kepada mereka. Partai yang memiliki suara terbanyak secara nasional belum tentu menang banyak kursi. Bisa jadi ia menang di distrik-distrik padat penduduk, tapi jatah kursinya tetap hanya satu.

Junta militer juga bersiap sejak jauh hari untuk memuluskan jalan Prayut Chan-o-cha agar bisa kembali berkuasa. Mereka membuat aturan baru. Parlemen dibagi menjadi dua.

Pemilu Thailand menjadi penentuan, apakah warga ingin dipimpin boneka militer atau kembali ke rezim Thaksin Shinawatra

Sumber Jawa Pos

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News