Ultimatum FPI Dinilai Bentuk Teror

Ultimatum FPI Dinilai Bentuk Teror
Ketua Setara Institute, Hendardi. FOTO: Dok. JPNN.com

jpnn.com - jpnn.com - Ketua Setara Institute Hendardi menanggapi kontroversi kericuhan antara Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) dan Front Pembela Islam (FPI) di Bandung, Kamis (12/1). Insiden tersebut berbuntut munculnya desakan pencopotan Irjen Pol Anton Charliyan dari jabatan Kapolda Jawa Barat.

Menurut Hendardi, desakan pencopotan Anton lewat aksi unjukrasa, sesuatu hal yang biasa dan dijamin konstitusi.

"Tapi ancaman dan ultimatum yang disebarluaskan oleh kelompok FPI di ruang publik, yang mengiringi desakan pencopotan Anton Charliyan, merupakan teror atas ketertiban sosial yang destruktif,” ujar Hendardi dalam pesan elektronik yang diterima, Senin (16/1).

Karena itu, Hendardi berharap Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian bertindak proporsional dan profesional atas desakan yang disampaikan FPI.

Jika aspirasi dituruti, kata Hendardi, maka tesis supremasi intoleransi telah menguasai ruang publik dan mempengaruhi pergantian jabatan publik, akan semakin terbukti. Tindakan itu akan menjadi preseden buruk bagi tata kelola organisasi negara, seperti institusi Polri.

"Terhadap Anton Charliyan yang menjadi pembina organisasi GMBI, perlu ditegaskan bahwa bagi seorang pejabat, menjadi pembina organisasi adalah sesuatu yang wajar dan lumrah," ucap Hendardi.

Aktivis kemanusiaan ini mengatakan demikian, karena ada banyak pejabat menjadi pembina dan pengurus organisasi kemasyarakatan. Baik itu organisasi kesehatan, hobi, olahraga, maupun ormas.

"Jadi tidak ada hubungan antara kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki oleh seseorang, kemudian dia tidak boleh menjadi pembina organisasi," tutur Hendardi.

Ketua Setara Institute Hendardi menanggapi kontroversi kericuhan antara Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) dan Front Pembela Islam (FPI) di

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News