UU Anti-Berita Palsu di Singapura Dianggap Ancam Kebebasan Berbicara

UU Anti-Berita Palsu di Singapura Dianggap Ancam Kebebasan Berbicara
UU Anti-Berita Palsu di Singapura Dianggap Ancam Kebebasan Berbicara

Pemerintah Singapura telah meloloskan rancangan undang-undang kontroversial yang ditargetkan untuk menghapus 'berita palsu' dan disinformasi, dan ini memberi kewenangan luas bagi otoritas setempat untuk mengawasi postingan online, termasuk yang ada dalam aplikasi pesan terenkripsi.

Poin utama:

• Singapura bergabung dengan Rusia dan Vietnam dalam memberlakukan undang-undang berita palsu
• RUU itu memiliki hukuman maksimal satu dekade penjara dan denda $ 1 juta (atau setara Rp 10 milyar)
• Pemerintah menegaskan Singapura tetap menjadi "negara yang sangat terbuka"

Para kritikus mengatakan legislasi, yang dikenal sebagai UU Perlindungan dari Kepalsuan dan Manipulasi Online, adalah undang-undang yang paling luas jangkauannya di dunia dan mengancam untuk lebih membatasi kebebasan media dan berbicara di Singapura.

RUU, yang memiliki hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda $ SG1 juta (atau setara Rp 10 milyar), ini akan mulai berlaku dalam beberapa minggu mendatang.

David Kaye, Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak atas kebebasan berekspresi, menulis kepada Pemerintah Singapura pada akhir April untuk menyampaikan kekhawatirannya bahwa undang-undang tersebut akan "berfungsi sebagai dasar untuk menghalangi penyampaian ekspresi yang sepenuhnya sah, terutama debat publik, kritik terhadap kebijakan pemerintah, dan perbedaan pendapat politik".

Dalih keselamatan masyarakat

Mayoritas anggota Parlemen Singapura, dengan hasil voting 72-9, mendukung RUU, yang diloloskan pada 8 Mei, itu.

Partai Buruh yang menjadi oposisi mengatakan bahwa pemerintah memiliki "agenda tersembunyi" untuk menekan warga biasa.

Undang-undang tersebut mewajibkan platform seperti Google, Facebook, dan Twitter - yang memiliki kantor pusat Asia di Singapura - untuk menghapus postingan yang dianggap mengandung kepalsuan oleh pihak berwenang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News