Warga Desa Ini 2 Persen Tunarungu-Wicara tapi Bebas Bercerita Apa Saja

Warga Desa Ini 2 Persen Tunarungu-Wicara tapi Bebas Bercerita Apa Saja
Ketut Kanta (kiri) bercerita di hadapan warga kolok di tempat berkumpul, Kawasan ekonomi Masyarakat Kolok Bengkala, Minggu (16/7). FOTO: BAYU PUTRA/JAWA POS

jpnn.com - Hampir semua penduduk bisa memahami bahasa isyarat yang dikembangkan sendiri oleh warga tunarungu-wicara di Bengkala Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, Bali.

Belum ada peneliti yang bisa memastikan mengapa jumlah kolok di sana besar.

BAYU PUTRA, Buleleng

DUA tangan Wayan Getar dilambaikan di atas dua telinga. Lantas diikuti tangan kanannya menggenggam dan diliukkan di depan dada.

Kontan orang-orang yang duduk mengelilingi Getar tertawa. Meski, suara sebagian di antara mereka terdengar agak sayup.

”Yang dia (Getar, red) maksudkan itu Gajah, nama gua di Gianyar. Ke gua itulah dulu warga biasa mengungsi di zaman penjajahan Belanda,” terang Ketut Kanta, tokoh Desa Bengkala, Buleleng, Bali, kepada Jawa Pos.

Getar memang bicara dalam bahasa isyarat. Dia seorang tunarungu-wicara. Seperti juga mayoritas dari sepuluh orang yang pada Minggu siang (16/7) itu berkumpul di aula KEM (kawasan ekonomi masyarakat), menunggu latihan yoga bersama instruktur Pande Wayan Renawati.

Tapi, kalau kemudian Kanta dan beberapa orang lain yang bukan tunarungu-wicara bisa dengan gampang memahami yang disampaikan Getar, lingkunganlah yang membentuknya.

Hampir semua penduduk bisa memahami bahasa isyarat yang dikembangkan sendiri oleh warga tunarungu-wicara di Bengkala Kecamatan Kubutambahan, Buleleng,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News