Sarjana-Sarjana Tangguh yang Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (1)

Delapan Kali Langgar Sungai Menuju Ibu Kota Kabupaten

Sarjana-Sarjana Tangguh yang Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (1)
BUKAN AMFIBI: Sepeda motor pun harus nyebur ke dalam sungai untuk menempuh perjalanan dari Desa Okatana menuju Desa Ramuk di Kecamatan Pinupahar. Foto : Rukin Firda/Jawa Pos
Lebih dari 2.000 sarjana tengah menjalani program Sarjana Mendidik di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (SM3T) yang digagas Kemendikbud awal Desember 2011. Wartawan Jawa Pos RUKIN FIRDA merasakan kehidupan sehari-hari 241 sarjana SM3T yang ditugaskan di pelosok Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).


= = = = = = = = = = = = =

SEBAGAI lurah -sebutan untuk koordinator- SM3T di Sumba Timur, Joko Warsito merasa wajib datang ke ibu kota Sumba Timur di Waingapu untuk menemui tim monev (monitoring dan evalusi). Selain melaporkan kegiatan rekan-rekannya peserta SM3T yang berjalan dua bulan, dia belanja beberapa barang yang dibutuhkan.

Untuk mencapai Waingapu, dia harus melakukan perjalanan sejauh 120 kilometer dengan kondisi alam yang penuh tantangan dan infrastruktur yang sangat minim. Jarak yang di Pulau Jawa hanya perlu waktu sekitar dua jam untuk menempuhnya, alumnus jurusan Pendidikan Ekonomi Unesa (Universitas Negeri Surabaya itu) menghabiskan waktu setengah hari. "Saya berangkat pukul 09.00. Sampai di sini (Waingapu) pukul 21.00," kata pemuda asal Lamongan, Jawa Timur, tersebut.

Perjalanannya diawali dengan berjalan kaki selama satu jam dari SMP Satap (Satu Atap) Uma Ndudu di Desa Mahanewa, Kecamatan Pinupahar, tempat dia ditugaskan. Dia harus turun gunung menuju Desa Ramuk, yang menjadi titik terakhir yang bisa dijangkau kendaraan umum.

Lebih dari 2.000 sarjana tengah menjalani program Sarjana Mendidik di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (SM3T) yang digagas Kemendikbud awal

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News