Permadi: Gunung Salak Angker, Jangan Gegabah!

Permadi: Gunung Salak Angker, Jangan Gegabah!
Permadi: Gunung Salak Angker, Jangan Gegabah!
BOGOR- Tragedi kecelakaan maut pesawat Sukhoi Superjet (SSJ) 100  di Gunung Salak Bogor, terus melahirkan spekulasi di masyarakat. Pasalnya, terdapat beberapa kejanggalan saat pesawat yang digadang-gadang memiliki teknologi tercanggih ini mengudara untuk ke dua kalinya di langit kota hujan.

“Memang pertanyaan kuncinya adalah, permintaan pilot untuk menurunkan ketinggian pesawat dari 10 ribu feet ke 6000 feet. Padahal itu sangat membahayakan penerbangan,” ujar Ketua Forum Transportasi Udara Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Suharto Abdul Majid.

Menurut pandangannya, pilot diduga tidak melakukan penerbangan secara visual dengan baik. Padahal, dalam penerbangan dengan local condition, pilot dituntut mengaplikasikan dua metode penerbangan yakni visual dan teknis. Terlebih, sang pilot tidak menguasai medan secara penuh. Sehingga penerbangan visual sangat diperlukan untuk melakukan berbagai pertimbangan. Selain itu, Suharto juga mempertanyakan briefing yang dilakukan pilot sebelum lepas landas.

“Apa sudah ada briefing dulu sebelum take off? Saya menduga pilot kurang memanfaatkan penerbangan visual. Fakta ini terlihat pada penerbangan pertama di bawah jam 12 siang, dimana langit masih cerah. Sedangkan pada penerbangan kedua, sudah di atas jam 2 sore,” paparnya.

BOGOR- Tragedi kecelakaan maut pesawat Sukhoi Superjet (SSJ) 100  di Gunung Salak Bogor, terus melahirkan spekulasi di masyarakat. Pasalnya,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News