Jaga Kurs, Importer Wajib Lapor
Jumat, 24 Agustus 2012 – 05:05 WIB
JAKARTA - Kebutuhan dolar AS (USD) oleh importer swasta yang tak terdeteksi dinilai memicu pelemahan rupiah terhadap USD. Hal ini lantaran Bank Indonesia (BI) belum memiliki catatan sistem pembayaran importasi. Sistem tersebut terkait dengan kepastian permintaan USD, khususnya untuk importasi dan pembayaran utang yang jatuh tempo.
Kurs rupiah per 23 Agustus menguat tipis di level Rp 9.480-Rp 9.500 per USD dibandingkan penutupan 16 Agustus 2012 di level Rp 9.498.
Baca Juga:
Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani mengungkapkan sejauh ini pemerintah telah melakukan penjagaan nilai mata uang baik melalui pelaporan hasil ekspor kepada perbankan dalam negeri maupun kewajiban lapor utang luar negeri. "Namun, pembayaran utang luar negeri tidak lapor, BI tidak tahu seberapa besar suplai dana sesuai kebutuhuhan," ungkap Aviliani, Kamis (23/8).
Dia mencontohkan, kewajiban lapor Pertamina dalam hal impor BBM. Sejauh ini, memang hanya BUMN yang melaporkan kebutuhan USD-nya. Di luar BUMN seperti perusahaan swasta, belum ada yang melakukan pelaporan. Akibatnya, ketika ada perusahaan yang utangnya jatuh tempo, rupiah pun jeblok.
JAKARTA - Kebutuhan dolar AS (USD) oleh importer swasta yang tak terdeteksi dinilai memicu pelemahan rupiah terhadap USD. Hal ini lantaran Bank Indonesia
BERITA TERKAIT
- Pertamina NR-Fikom Unpad Berkolaborasi Garap Komunikasi Strategis Soal Transisi Energi
- 3 UMK Binaan Pelindo Ikut Pameran di Luar Negeri
- Pascaidulfitri, Transaksi Emas di Pegadaian Naik 15 Persen
- Ekonomi Bergejolak, Begini Strategi BKI
- Cermati Perkembangan Global, BRI Lebih Fokus ke Tantangan Domestik Melalui Pemberdayaan UMKM
- Alcon Hadirkan PRECISION1, Lensa Kontak Dengan Kenyamanan Hingga 16 Jam