Tata Kota Amburadul, Banjir Mengancam

Tata Kota Amburadul, Banjir Mengancam
Tata Kota Amburadul, Banjir Mengancam

KENDARI - Kota Kendari, Sulawesi Tenggara dipastikan belum aman dari bahaya bencana banjir, seperti yang terjadi Juli 2013 lalu. Berbagai terobosan dalam hal tata kota termasuk pembenahan infrastruktur memang lumayan membantu, tapi tidak akan cukup membebaskan kota ini dari musibah tersebut. Masih banyak hal yang harus dilakukan pemerintah untuk meminimalisir potensi terjadinya banjir.    
    
"Pasca banjir beberapa waktu lalu, kita melihat memang sudah ada progress (kemajuan) dari sisi  perbaikan beberapa hal, terutama soal drainase di dalam kota. Tapi itu hanya salah satu, masih ada indikator lain yang harusnya menjadi perhatian Pemkot," ujar M Arsal Tahir, seorang magister tata kota, yang kini menjadi staf pengajar di Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, saat dihubungi Kendari Pos (JPNN Group), Minggu (26/1).

Menurutnya, perbaikan drainase saja tidak cukup untuk mengantisipasi terjadinya banjir, tapi harus disertai dengan perbaikan kanal-kanal besar yang akan mengalirkan air itu. "Termasuk semua daerah tepian air (sungai) mestinya harus steril dari pembangunan. Ini butuh konsistensi pemerintah untuk menerapkan aturan yang ada," katanya.
    
Memang mestinya, sesuai aturan tidak boleh ada pemukiman di pinggir bantaran sungai, pesisir pantai dan aliran air lainnya. Pasalnya, rawan dengan potensi terjadinya pendangkalan atau pencemaran sehingga memberi andil besar terjadinya banjir. Kondisi inilah yang menjadi kekhawatiran Ketua Prodi Diploma Teknik Arsitektur UHO tersebut.
    
"Banjir Jakarta menjadi contoh nyata. Karena banyaknya pemukiman di bantaran sungai sehingga setiap hujan datang pasti kebanjiran. Ini mestinya jadi perhatian kita bersama," ungkapnya sambil menyebut beberapa pinggiran sungai di Kendari sudah banyak berdiri pemukiman, yang kian hari justru kian padat, bahkan sudah berdiri bangunan-bangunan permanen.
    
Di sisi lain, soal penataan ruang pembangunan (pemukiman) secara umum menurut Konsultan Perencanaan Tata Ruang Kota ini sudah cukup baik. Itu dapat dilihat dari falsafah penataannya yang menggunakan prinsip zonasi. Artinya, penempatan pembangunan berdasarkan zona sehingga lebih teratur. Meski begitu, masih ada hambatan lain yang sebenarnya juga turut menyumbang terjadinya banjir, yakni penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) belum optimal.
   
"Idealnya, minimal 30 persen dari total wilayah Kota harus jadi RTH. Ini fungsinya, bukan hanya sekadar keindahan tapi juga sebagai sarana penyerapan air. Kondisi ini juga mestinya jadi perhatian pemerintah, kalau tidak ingin kejadian sebelumnya terulang. Pastinya, minimnya RTH menjadi salah satu penyumbang terjadinya banjir. Jadi memang butuh komitmen pemerintah dan kesadaran masyarakat,"terangnya.
    
Dengan segala daya upaya pemerintah Kota saat ini, kata Arsal itu belum menjamin Kendari bebas banjir. Selain beberapa persoalan internal Kota (drainase, normalisasi sungai, hingga pemukiman pinggir sungai). Masih ada faktor lainnya, yakni keberadaan daerah sekitar (kabupaten lain). Biar bagaimanapun, persoalan banjir itu dari hulu hingga hilir. "Potensi banjir tetap ada. Hanya bagaimana caranya meminimalisir potensi itu. Memang tidak bisa sendiri. Penyelesaiannya harus terintegrasi dengan daerah lain,"tandasnya. (cr3)


KENDARI - Kota Kendari, Sulawesi Tenggara dipastikan belum aman dari bahaya bencana banjir, seperti yang terjadi Juli 2013 lalu. Berbagai terobosan


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News