Nekat Hengkang dari Tanah Kelahiran daripada Mati Konyol

Nekat Hengkang dari Tanah Kelahiran daripada Mati Konyol
Mayat korban perang di Syria. FOTO: getty images

jpnn.com - WARGA sipil selalu menjadi korban dalam pertempuran apa pun di muka bumi ini. Tidak terkecuali krisis Syria yang berlangsung selama hampir tiga tahun. 

Jika dibandingkan dengan oposisi dan pemerintah, warga sipil menanggung kerugian yang paling besar. Tidak sekadar kehilangan tempat tinggal dan keluarga, mereka juga kehilangan harapan.
  
Krisis Syria kali pertama bermula pada 15 Maret 2011. Berawal dari aksi anti pemerintah yang terpicu revolusi sipil di Tunisia dan Mesir, gelombang protes oposisi akhirnya tumbuh menjadi bibit perang sipil. 

Setiap kali konflik pecah, nyawa warga yang tidak berdosa ikut melayang. Sejauh ini krisis politik Syria telah mengakibatkan kematian 130.000 warga yang sebagian besar di antaranya adalah penduduk sipil.
  
Selain korban jiwa dan kerugian materi, warga sipil Syria harus menanggung beban mental yang tidak ringan. Lantaran kehilangan rasa aman dan selalu khawatir dengan keselamatan mereka, sebagian besar penduduk Syria pun lantas memutuskan hengkang dari tanah kelahiran. 

Daripada mati konyol tertembus timah panas oposisi maupun pasukan pemerintah, mereka memilih mengungsi.
  
Padahal, mengungsi bukan pilihan ideal. Penduduk negeri yang terletak di tepi Laut Mediterania itu hanya bisa berspekulasi. 

Sebab, mereka belum tentu sampai ke negara baru. Jika sampai pun, mereka belum tentu mendapatkan tempat layak di negara tujuan. Begitu berada di tanah baru, para pengungsi Syria dituntut mampu beradaptasi dengan cepat demi bertahan hidup.
  
Sejak konflik bermula sekitar hampir tiga tahun lalu, satu per tiga di antara total 23 juta penduduk Syria sudah mengungsi. 

Termasuk sekitar 2 juta penduduk yang menyeberang ke negara-negara tetangga melalui perbatasan. Bahkan, sebagian besar di antaranya nekat menerobos perbatasan tanpa dokumen resmi. Jadi, tidak heran jika sejumlah pengungsi Syria terjerat kasus hukum di negara tujuan.
  
"Tidak semua warga sipil bisa mengungsi. Puluhan ribu di antaranya tertahan di kantong-kantong oposisi yang diblokade pasukan pemerintah. Artinya, mereka tidak mendapatkan makanan atau bantuan berupa obat-obatan karena pasukan pemerintah memblokade akses menuju ke lokasi itu," kata Atika Shubert, koresponden CNN yang meliput pengungsi Syria. Bentrok tanpa jeda oposisi dan pemerintah memang telah membuat warga sipil semakin menderita. (AP/CNN/hep/tia)


WARGA sipil selalu menjadi korban dalam pertempuran apa pun di muka bumi ini. Tidak terkecuali krisis Syria yang berlangsung selama hampir tiga


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News