'Kangen Jamanku?' Nostalgia Indonesia Era Suharto

'Kangen Jamanku?' Nostalgia Indonesia Era Suharto
'Kangen Jamanku?' Nostalgia Indonesia Era Suharto

'Kangen Jamanku?' Nostalgia Indonesia Era SuhartoSUASANA semarak masih membekas ketika pemilu legislatif digelar minggu lalu. Para pakar masih merenungkan "mengapa" dan "bagaimana" hasil perolehan suaranya.

Kita semua menyepakati bahwa meski –tidak ada partai yang menang mutlak- demokrasi Indonesia masih rentan.

Sementara kita menunggu hasil resmi pada tanggal 7 Mei (meskipun cukup jelas bahwa oposisi PDI-P memenangkan suara mayoritas) dan partai-partai politik sedang membangun koalisi, saya ingin berbagi pengamatan saya selama terjun ke masyarakat dalam musim kampanye terbuka.

Satu hal yang sangat mengejutkan saya adalah nostalgia era Suharto yang menjalar di masyarakat, terutama di daerah pedesaan.

Saya sungguh terkesima dengan banyak orang mengenakan kaos bergambar Jenderal mesem sembari melambaikan tangan, bertuliskan: "Penak Jamanku To?

Orang asing mungkin menganggap hal ini ganjil: bukankah "Orde Baru" Suharto telah meninggalkan warisan korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia? Bukankah Indonesia justru bangkit setelah melengserkannya di tahun 1998?

Baca Juga:

Bagaimana mungkin mereka merindukannya?

Nah, untuk satu hal ini seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, pasca-Reformasi belum menjadi masa yang baik bagi setengah masyarakat Indonesia. Korupsi belum mereda. Birokrasi semakin memburuk. Kompetisi pencarian pekerjaan dan sumber daya manusia semakin meningkat.

SUASANA semarak masih membekas ketika pemilu legislatif digelar minggu lalu. Para pakar masih merenungkan "mengapa" dan "bagaimana"

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News